large_WhatsApp Image 2025-11-06 at 10.41.35.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-11-06 at 10.41.35.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-11-06 at 10.41.35.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-11-06 at 10.41.35.jpeg

WhatsApp Image 2025-11-06 at 10.41.35.jpeg

Quote Direktur

large_banner laman7.png

medium_banner laman7.png

small_banner laman7.png

thumbnail_banner laman7.png

banner laman7.png

malumat

large_banner laman4.png

medium_banner laman4.png

small_banner laman4.png

thumbnail_banner laman4.png

banner laman4.png

stop korupsi

large_banner laman5.png

medium_banner laman5.png

small_banner laman5.png

thumbnail_banner laman5.png

banner laman5.png

guru adalah seorang pejuang

large_banner laman2.png

medium_banner laman2.png

small_banner laman2.png

thumbnail_banner laman2.png

banner laman2.png

media pelayanan publik

large_banner laman1.png

medium_banner laman1.png

small_banner laman1.png

thumbnail_banner laman1.png

banner laman1.png

pelayanan prima untuk semua

large_WhatsApp Image 2025-10-29 at 19.25.39.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-10-29 at 19.25.39.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-10-29 at 19.25.39.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-10-29 at 19.25.39.jpeg

WhatsApp Image 2025-10-29 at 19.25.39.jpeg

**GuruPAUDPNF, Kudus** – Langit kelabu dan dinginnya udara jadi pertanda tak lama lagi turun hujan. Jalanan lengang, hanya satu-dua kendaraan dan sedikit orang yang berlalu-lalang. Suasana pagi yang serasa mengajak kita kembali berselimut, tidak demikian di sebuah taman kanak-kanak. Semangat murid-murid bergiliran menyalami dan menyapa guru yang menyambut di gerbang TK, seolah membangunkan suasana hati. 

Begitulah pemandangan di TK PG Rendeng yang berlokasi di Jalan Sudirman, Kudus, Jawa Tengah.

Di salah satu kelas, yang kali itu dihadiri 10 murid,  juga terasa hangat oleh gelak tawa murid saling meningkahi celotehan polos. Beberapa yang absen, tidak mengurangi antusias mereka. Bu Zumi, wali kelas B2, membuka dengan salam dan sejurus kemudian mengajak murid bercerita tentang apa yang dilakukannya sebelum berangkat sekolah. Ada yang bercerita bangun pagi jam 5 lalu beribadah bersama ayah, mandi, sarapan, dan berangkat ke sekolah diantar ibu, karena ayahnya ke kantor. 

Setelah menjelaskan topik “Kebutuhan”, khususnya “Pakaian Favoritku”, Bu Zumi menjelaskan aktivitas bermain dan belajar yang akan dilakukan. Ada kegiatan kreasi membuat baju favorit dengan alat dan bahan sekitar, membuat bentuk bangunan toko pakaian, bermain peran, dan memakai pakaian yang sesuai. Semua terlihat aktif, antusias, dan terlibat dengan proses belajarnya.

“Buu..aku udah selesai menempel gambar bajunya, aku boleh main yang lainnya?”
“Boleh Aziz, tapi rapikan dulu hasil kerjamu, ya”

Segera setelah meletakkan hasil kerjanya di tempat yang telah disiapkan, dia berlari menuju tempat aktivitas lainnya.

Aziz, murid yang  menonjol karena keaktifan dan kecepatan belajarnya, mulai sibuk menekuni aktivitas keduanya, membangun toko pakaian. Setelah diam sejenak, mungkin memikirkan desain toko pakaian yang diinginkan, dia memilih balok yang dibutuhkan. Balok persegi untuk tembok, segitiga untuk atap, dan setengah lingkaran. 

Ya, guru-guru di TK PG Rendeng juga telah dilatih, bagaimana menyikapi murid yang lebih cepat belajarnya, tanpa mengabaikan murid-murid lainnya. Hal itu dilakukan dengan menyediakan ragam alat main sesuai minat murid-murid. 

TK yang bertempat di jantung Kabupaten Kudus itu, menjadi salah satu lembaga PAUD yang dikunjungi oleh peserta “Pelatihan Calon Pelatih (PCP) Implementasi Berpikir Komputasional di PAUD.” Tujuannya adalah melihat langsung, bagaimana penerapan cara berpikir komputasional terintegrasi dalam pembelajaran PAUD. Kegiatan yang merupakan kerjasama antara Direktorat Guru PAUD dan PNF, Pusat Belajar Guru Kudus, serta Amman Mineral, dilakukan pada 27-31 Oktober 2025. Peserta sejumlah 38 orang, terdiri dari guru PAUD dan kepala sekolah (dari 16 provinsi, yakni dari Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Jawa), serta perwakilan dari Direktorat Guru PAUD dan PNF, Direktorat PAUD, dan UPT Ditjen GTK dan PG dari provinsi Jawa Tengah dan NTB.

Selain ke TK PG Rendeng, ada juga yang berkunjung ke TK Masehi, PAUD Terpadu Kalirejo, dan TK Cahaya Nur. Keempat satuan tersebut merupakan binaan Pusat Belajar Guru dalam penerapan berpikir komputasional. Di satuan-satuan tersebut, guru-guru mengamati bagaimana empat komponen berpikir komputasional diterapkan. Komponen tersebut adalah dekomposisi, yakni saat murid memecah masalah yang besar menjadi bagian-bagian kecil. Lalu Abstraksi, yakni dengan menyaring informasi penting dan mengesampingkan yang tidak relevan. Kemudian pengenalan pola, untuk mengenali kesamaan atau kemiripan dalam suatu struktur atau permasalahan, serta algoritma, yaitu menyusun langkah-langkah logis untuk menyelesaikan suatu masalah.

Dalam seluruh tahapan belajar, keempatnya hadir: anak-anak membagi tugas mereka sendiri (dekomposisi), membangun bentuk dengan balok yang sesuai (pola), menentukan langkah dalam bekerja atau bermain (algoritma), dan merefleksikan proses belajarnya (abstraksi). Bukan hanya soal membuat bentuk, tapi juga soal strategi, urutan berpikir, dan penyelesaian masalah.

Sebelumnya, di hari pertama, guru-guru telah dikenalkan dengan konsep berpikir komputasional, sementara setelah kunjungan guru dikuatkan kembali pemahamannya tentang hal tersebut. Lalu di hari ketiga hingga kelima guru akan belajar mengenai bagaimana berpikir komputasional dapat diterapkan dalam pembelajaran PAUD dengan pendekatan pembelajaran mendalam, mempraktikannya dengan menyusun perencanaan pembelajaran, simulasi mengajar, serta menyusun rencana aksi.

Melalui serangkaian aktivitas itu, guru yang terlibat diharapkan mampu menjadi pelatih, yang akan melakukan diseminasi kepada lebih banyak guru di daerahnya masing-masing. 
Direktur Guru PAUD dan PNF, Suparto, menegaskan bahwa peran guru PAUD sangat strategis untuk menanamkan fondasi berpikir komputasional sejak dini, kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kreatif, yang menjadi dasar untuk memecahkan masalah kompleks di berbagai bidang. “Karena itu, pengembangan kapasitas guru dalam implementasi berpikir komputasional menjadi program prioritas kami,” ungkapnya.

Senada dengan pernyataan tersebut, Vice President Social Impact PT Amman Mineral Nusa Tenggara, Priyo Pramono, menambahkan, berpikir komputasional menjadi fondasi penting dalam membentuk generasi yang memiliki pola pikir adaptif. “Potensinya semakin besar, semakin dini ditanamkan,” ujarnya.
Priyo pun menegaskan bahwa dengan kolaborasi bersama pendidik dan pemangku kepentingan dari berbagai daerah, upaya peningkatan kompetensi guru PAUD dapat mempercepat lahirnya sumber daya manusia yang siap bersaing menuju Indonesia Emas 2045. (Sri Lestari Yuniarti)



“Menyambangi Kudus, peserta PCP melihat langsung penerapan berpikir komputasional terintegrasi dalam pembelajaran PAUD.”

Menyelami ‘Berpikir Komputasional’ di Kota Santri

large_DSC01728.JPG

medium_DSC01728.JPG

small_DSC01728.JPG

thumbnail_DSC01728.JPG

DSC01728.JPG

**GuruPAUDPNF, Ternate—**Di suatu pagi, tampak anak-anak mengenakan seragam polisi dan berbaris rapi di halaman sekolah. Mereka bersemangat memulai aktivitas pagi di hari Senin dengan upacara bendera.  Siapa petugasnya? Hari itu yang bertugas adalah anak-anak dari TK B. Pemimpin upacara, dirigen, pembaca doa, dan pembaca Pancasila, semua dilakukan oleh anak-anak. Bagaimana yang tidak bertugas? Mereka berbaris dengan rapi dan serentak menyanyikan lagu Indonesia Raya, meskipun ada beberapa yang lebih memiliki minat besar untuk bermain daripada upacara. Satu hal yang menarik dari karakter anak pagi itu, mereka percaya diri ketika menjadi petugas upacara ataupun menyanyikan lagu Indonesia Raya.

“Ada banyak hal, yang kami lakukan untuk melatih percaya diri anak, salah satunya adalah dengan percaya kepada kemampuan anak,” ujar Kepala Sekolah TK Kemala Bhayangkari 01 Ternate, Santy Hataul.

Percaya kepada kemampuan anak didiknya, tambah Santy, pihak sekolah telah memberikan ruang bagi anak-anak untuk berpikir kritis lewat berbagai pertanyaan yang mereka keluarkan, memberikan tantangan, dan mendampingi mereka saat menjawab tantangan.  “Kami juga memberikan anak berbagai kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya tampil di depan umum,” jelas Santy.

Kegiatan marching band, menari tarian tradisional, menari tarian kreasi, bahkan simulasi menjadi polisi lalu lintas adalah beberapa kegiatan yang dilakukan untuk memupuk kepercayaan diri anak. Kegiatan dilakukan secara teratur, guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba, berlatih, dan bertanya. Pendampingan secara konsisten dari guru kepada anak saat mereka berkegiatan menjadi kunci, anak merasa nyaman dan aman dalam berlatih marching band, menari tarian kreasi, tradisional maupun saat melakukan simulasi menjadi polisi yang mengatur lalu lintas.

Puncaknya adalah saat anak diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya tampil di muka umum, mulai dari petugas upacara di sekolah, tampil dalam berbagai macam acara yang diselenggarakan oleh kantor pemerintah atau sekolah, bahkan saat anak-anak TK Kemala Bhayangkari 01 tampil dalam berbagai perlombaan.

Menurut Vandebos (2006), kepercayaan diri adalah percaya pada kapasitas kemampuan diri. Hal itu berarti pendidik atau orang tua yang percaya pada kepada kemampuan anak, maka anak-anak lebih cenderung percaya pada dirinya sendiri. Sebuah bekal kemampuan yang diperlukan oleh anak, ketika memasuki jenjang kehidupan dewasa.

Apakah hanya anak yang dipercaya memiliki kemampuan? Ternyata di TK Kemala Bhayangkari 01 Ternate, guru juga diberikan kesempatan yang sama. Setiap kemampuan yang dimiliki guru, menjadi kekuatan yang luar biasa untuk diberikan kesempatan tumbuh dan berkembang, lewat berbagai kesempatan belajar, berbagi, dan melakukan kreativitas untuk berkegiatan dengan anak.

Jadi, sudah siap untuk percaya kepada kemampuan anak didik kita? (Asih Priamsari)



“Pendampingan guru kepada anak-anak saat berkegiatan menjadi kunci mereka merasa nyaman.”

Memupuk kepercayaan Diri : Sebuah Praktik Baik TK Kemala Bhayangkari 01 Ternate

large_WhatsApp Image 2025-09-10 at 14.59.13.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-09-10 at 14.59.13.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-09-10 at 14.59.13.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-09-10 at 14.59.13.jpeg

WhatsApp Image 2025-09-10 at 14.59.13.jpeg

**GuruPAUDPNF, Jakarta** –Sejumlah penelitian di Indonesia menegaskan bahwa anak usia dini membutuhkan dukungan guru dan keluarga agar motivasi belajarnya terjaga. Sayangnya, pola pengajaran yang masih berpusat pada ceramah atau tugas-tugas pasif sering kali terjadi dan membuat anak tidak lagi bersemangat. Hal tersebut setelah langkah kecil mereka menuju sekolah yang seharusnya menjadi ruang penuh keceriaan, eksplorasi, dan penemuan makna belajar berubah menjadi aktivitas yang monoton serta kurang menstimulasi rasa ingin tahu mereka. Sebaliknya, studi internasional menunjukkan bahwa pembelajaran yang aktif dan berbasis permainan justru mampu menumbuhkan motivasi intrinsik anak prasekolah, khususnya pada rentang usia 3–6 tahun. Dengan kata lain, jika motivasi belajar dan kemampuan sosial anak di masa prasekolah diabaikan, dampaknya bisa panjang hingga mempengaruhi keberhasilan akademiknya di masa depan.

_Growth Mindset_ atau Pola Pikir Bertumbuh yang dikenalkan oleh Carol Dweck menjadi salah satu strategi yang dapat dicoba oleh guru PAUD dalam menjaga retensi anak-anak PAUD untuk terus termotivasi dalam belajar. Menurut Dweck, pola pikir bertumbuh adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan bukan sesuatu yang tetap, melainkan dapat dikembangkan melalui usaha, strategi yang tepat, serta dukungan dari orang lain (Dweck, 2006).

Dalam teori pengembangan diri, pola pikir (_mindset_) sering kali menjadi faktor penentu keberhasilan seseorang. Lebih dari sekadar keterampilan teknis, pola pikir membentuk cara seseorang dalam menghadapi tantangan, menyelesaikan masalah, serta berinteraksi dengan lingkungannya. Pola pikir digadang-gadang sebagai penentu keberhasilan, bahkan lebih penting dibandingkan keterampilan. 

Tantangan yang harus dihadapi untuk menjadikan pola pikir bertumbuh sebagai nilai-nilai yang terinternalisasi dalam diri setiap anak adalah dengan mengajak terlebih dahulu para guru untuk menjadi pribadi yang memiliki pola pikir bertumbuh. Guru-guru PAUD, kepala satuan PAUD, dan organisasi mitra PAUD hendaknya menjadikan teori Dweck itu sebagai langkah awal untuk membuat perubahan. Tantangan tersebut telah dijawab oleh Direktorat Guru PAUD dan PNF dengan mengundang praktisi PAUD di Jabodetabek dalam mempelajari _Growth Mindset_ yang merupakan bagian dari materi pelatihan pembelajaran mendalam saat “Bimbingan Teknis Calon Pengajar Pelatihan Pembelajaran Mendalam pada Jenjang PAUD” di Jakarta, pada 9-13 September 2025. 

Jika guru PAUD mampu menjadi agen _Growth Mindset_ dengan baik di satuannya, maka dampaknya akan sangat besar. Hal itu bisa terjadi karena pola pikir dapat dipahami sebagai cara melihat dan berpikir seseorang saat menghadapi masalah. Setiap individu memiliki pola pikir yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara mereka menyusun strategi, berkolaborasi, dan mencari solusi. Pola pikir memperluas cara pandang seseorang sehingga mampu melihat tantangan bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai peluang untuk belajar. Sebagai contoh, ketika guru tidak mendapatkan media pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran, guru tidak seharusnya menghentikan proses pembelajaran bermakna dan menggembirakan. Dengan pola pikir bertumbuh, guru akan mencari solusi lain sehingga motivasi belajar anak tetap terjaga. Sebaliknya, bagi guru yang bertahan di zona nyaman dengan pola pikir tetap atau _fixed mindset_, maka yang terjadi adalah munculnya ungkapan “yang penting anak belajar”. Proses pembelajaran kembali lagi ke _surface learning_. pembelajaran yang hanya tertuju pada batas permukaan, anak hanya terlibat dengan aktivitas tanpa makna. menggambar tanpa tahu nilai-nilai yang ada dalam proses menggambar. 

Orang dengan _fixed mindset_ cenderung menganggap kemampuan adalah bawaan lahir dan tidak dapat berubah. Sebaliknya, mereka yang memiliki _growth mindset_ percaya bahwa kemampuan dapat dikembangkan melalui usaha, latihan, dan pengalaman belajar. Ketika membangun pengalaman belajar untuk meningkatkan kemampuan siswa, guru harus bisa membangun aktivitas kolaborasi karena berperan penting dalam membentuk pola pikir bertumbuh. Dengan bekerja sama, seseorang tidak hanya menyelesaikan masalah secara lebih efektif, tetapi juga melatih empati, komunikasi, dan keterbukaan terhadap perspektif baru. Hal itu sejalan dengan pandangan bahwa pola pikir lebih penting daripada sekadar keterampilan, karena menjadi dasar dari semua proses belajar. Guru berperan penting dalam menumbuhkan_ growth mindset_ anak. Ketika melihat anak murid kesulitan, guru sebaiknya segera memberikan dorongan, motivasi, serta bimbingan agar siswa tidak kehilangan semangat.

Salah satu pendekatan menarik dalam pola pikir bertumbuh yang disampaikan kepada guru PAUD saat pelatihan pembelajaran mendalam adalah konsep _productive failure_. Istilah itu pertama kali diperkenalkan dan diteliti secara mendalam oleh Manu Kapur, seorang peneliti dari National Institute of Education, Nanyang Technological University, Singapura. Kapur menemukan bahwa ketika siswa dibiarkan mencoba memecahkan masalah kompleks terlebih dahulu, meski sering kali gagal, mereka justru memperoleh pemahaman konsep yang lebih mendalam setelah mendapatkan penjelasan formal. Pada intinya, _failure_ yang dialami siswa dalam tahap awal dipandang produktif karena memicu eksplorasi, rasa ingin tahu, dan keterlibatan kognitif yang lebih tinggi. Konsep itu kemudian banyak dikembangkan dan diuji ulang dalam penelitian internasional, terutama terkait pembelajaran matematika, sains, dan kolaborasi berbasis masalah.

Pola pikir adalah fondasi penting dalam perkembangan individu, bahkan lebih penting daripada keterampilan semata. Dengan memiliki _growth mindset_, seseorang mampu menghadapi masalah dengan lebih terbuka, berkolaborasi dalam mencari solusi, serta menjadikan kegagalan sebagai bagian dari proses belajar. Melalui intervensi yang tepat dan motivasi yang tulus dari hati seorang guru PAUD, serta penerapan _productive failure_, guru PAUD pasti mampu menjawab tantangan untuk menumbuhkan motivasi belajar anak didiknya, sehingga terbangun pola pikir yang kuat untuk menghadapi tantangan kehidupan dan semangat belajar sepanjang hayat. Maju terus guru PAUD Indonesia. Bertumbuh terus hingga melahirkan generasi emas Indonesia. (**M. Shalehuddin Al’Ayubi, PTP Ahli Muda Direktorat Guru PAUD dan PNF**)


“Banyak hasil studi yang melaporkan bahwa motivasi belajar anak usia dini masih tergolong rendah, terutama bila guru kurang menggunakan metode yang menarik atau keluarga kurang memberi dorongan belajar.”

Strategi Guru PAUD Menumbuhkan Motivasi Belajar dengan Pola Pikir Bertumbuh

large_WhatsApp Image 2025-09-08 at 12.26.57.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-09-08 at 12.26.57.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-09-08 at 12.26.57.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-09-08 at 12.26.57.jpeg

WhatsApp Image 2025-09-08 at 12.26.57.jpeg

**GuruPAUDPNF, Jakarta** – Kegelisahan Imelda Barulia sejak tahun lalu kini terobati. Keinginan guru TK Kristen Shekina Glory Terpadu, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, tersebut mengikuti lomba ajang lomba lagu anak bagi para guru dan pendidik PAUD yang dihelat Direktorat Guru PAUD dan PNF, KICAU, akhirnya dapat diikuti tahun ini. “Tahun lalu saya ingin ikut lomba KICAU, namun pendaftarannya sudah ditutup. Saya pun menunggu hingga tahun ini,” ujarnya.

Melalui sosial media dan informasi dari BGTK, Imelda pun lantas mendaftarkan karyanya, Panca Indera Anugerah Tuhan. “Ini adalah lagu lama, diperbarui, dan sudah dicoba. Anak-anak pun tidak mengalami kesulitan dan bergembira dengan lagu ini,” tuturnya.

Menurut Imelda, keberadaan lagu-lagu untuk anak usia dini saat ini memang terbilang mini. Karenanya, dirinya pun tergerak untuk membuahkan karya lagu melalui pengenalan panca indra. “Proses pembuatan lagunya hanya 2 hari, namun sebelumnya saya telah memiliki konsep karena terbiasa melakukan pembelajaran lewat lagu,” beber perempuan penghobi bermain gitar itu.

Imelda pun mengungkapkan kegembiraannnya dapat masuk nominasi 20 besar KICAU hingga dirinya diundang ke Ibu Kota Jakarta. “Saya senang sekali. Bagi saya, ini adalah anugerah sebagaimana lagu saya. Ini adalah anugerah Tuhan saya bisa berada di sini,” ungkapnya.

**Dari Guru hingga ‘Panggung Boneka”**

Layaknya ibu rumah tangga pada umumnya, keseharian Imelda dimulau pukul 5 pagi, langsung menyiapkan segala sesuatu untuk kelarga terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah pukul 6.30. Tak membutuhkan waktu lama, sepuluh menit dari rumah Imelda yang mengendarai motor tiba di sekolah. Imelda lalu bergegas, merapikan kelas dan menyambut murid yang tiba di sekolah. “Saya mengajar di seputaran Kota Nabire. Kebetulan sekolah kami adalah sekolah favorit di sini dengan 8 kelas TK dan 2 kelas PAUD. Jumlah murid masing-masing kelas TK paling sedikit 18 murid, totalnya 192 murid usia 4-6 tahun,” terangnya.

Imelda berkisah, kesadaran orang tua di wilayahnya terbilang tinggi untuk menyekolahkan anaknya pada jenjang TK. “Kegiatan apa pun yang kami lakukan, selalu didukung orang tua dan ikut terlibat di dalamnya,” ujarnya. 
Imelda merupakan sosok guru penggerak di wilayahnya. Keinginan menjadi seorang guru pun telah tertanam sejak lulus SMA. Kehadirannya di Sekolah Minggu kian membuat ketertarikannya terhadap anak-anak. “Akhirnya saya mengambil program D-2 lalu lanjut ke S-1 ke-PAUD-an di Univeritas Manado,” jelasnya.

Memoles bakat anak-anak yang polos agar mengeluarkan bakat dan minatnya menjadi motivasi tersendiri bagi Imelda dalam mengajar. “Saya bangga. Ini adalah dasar yang harus ditanamkan secara kuat,” tuturnya.

Murid-muridnya pun terbilang beragam, tak hanya berasal dari Nabire. Imelda pun tak berhenti belajar guna terus meningkatkan kompetensinya. Imelda juga kerap memanfaatkan alat-alat di sekitar lingkungan sebagai bahan pembelajaran, semisal kekayaan pasir yang berada di sekitar wilayah tersebut. “Latar belakang bukan dari psikologi membuat saya harus banyak belajar. Saya pun belajar dari Youtube, mengikuti seminar, serta platform yang disediakan oleg Ditjen GTK-PG. Saya harus memotivasi diri sendiri untuk berkembang,” katanya.

Kobaran semangat Imelda tampaknya tak akan pernah padam bagi wilayah Nabire yang kini memiliki lebih dari 100 TK. Dirinya harus berbagi dengan guru lain yang masih butuh pendampingan. “Kebetulan saya Ketua KKG yang setiap 3 bulannya kami mengadakan diskusi menyoal pembelajaran baru. BBGTK juga selalu mendukung,”

Selain mengajar, Imelda terbilang aktif dalam kegiatan keagamaan di gereja. “Saya suka main ‘panggung boneka.’ Biaya kehidupan di Nabire cukup mahal, saya harus mencari tambahan dengan menjadi badut pada perayaan di gereja atau ulang tahun bersama rekan-rekan. Kebetulan suami saya juga pencinta seni,” ungkapnya.

Imelda hanya berharap dirinya bersama rekan-rekan guru lainnya dapat terus membersamai generasi emas Nabire. “Saya memiliki mimpi pendidikan di Nabire akan setara dengan Jakarta dan kota-kota berkembang lainnya. Saya akan mengajar sekuat saya sampai selesai. Saya terlanjur jatuh cinta dengan anak-anak,” tutup perempuan berusia 45 tahun itu berkaca-kaca.


“Terlanjur jatuh cinta terhadap anak-anak, Imelda tak akan henti menyinari keseharian usia dini di Nabire.”

Senandung KICAU dari Ufuk Timur

large_IMG_9287.jpg

medium_IMG_9287.jpg

small_IMG_9287.jpg

thumbnail_IMG_9287.jpg

IMG_9287.jpg

**GuruPAUDPNF, Jakarta** – Kemajuan suatu negeri tak lepas dari besarnya kualitas sumber daya manusia. Sesuai dengan Asta Cita ke-4 Presiden Prabowo, yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas, maka kualitas sumber daya manusia menjadi sangat penting, khususnya dalam mewujudkan Indonesia Emas 1945. 

Untuk mendukung terwujudnya generasi emas Indonesia diperlukan pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan dibangun dari kualitas guru-guru sebagai garda terdepan pendidikan, salah satunya guru PAUD. Masa usia dini adalah masa peka, yakni semua aspek perkembangan bertumbuh dengan pesat, sehingga perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan layanan pendidikan yang bermutu. 

Namun kenyataannya, masih banyak guru-guru PAUD yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1. Data menunjukkan bahwa ratusan ribu guru belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-4 guru. Hal itu mendorong pemerintah untuk melakukan upaya-upaya penuntasan, salah satunya strategi “Program Pemenuhan Kualifikasi Akademik S-1/D-4 Guru” melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau (RPL) di perguruan tinggi.

Pada tahun 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan sasaran sejumlah 12.500 guru terdiri dari 5.292 guru PAUD formal dan 7.208 guru SD yang berkesempatan mengikuti pembelajaran di perguruan tinggi untuk meraih gelar sarjana S-1. Kesempatan berharga itu diharapkan dapat menjadi pemantik bagi guru-guru untuk terus bersemangat dalam belajar dan meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan layanan pembelajaran yang dapat membangun berbagai kemampuan anak. 

Langkah strategis yang digawangi pemerintah tersebut mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Prof. Sofia Hartati selaku ketua APG PAUD memberikan apresiasi atas upaya itu. Menurutnya, program pemenuhan kualifikasi guru merupakan salah satu upaya  pemerintah yang sangat bagus dalam menghargai guru yang belum memenuhi ketentuan Undang-Undang yang harus berkualifikasi S-1. “Kami sangat mengapresiasi upaya ini. Semoga guru-guru kita, khususnya GURU PAUD//TK dan SD, menjadi sangat terbantu dan termotivasi untuk menjadi guru yang berkualitas, sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan,” tuturnya. 

Untuk membangun generasi emas Indonesia melalui peningkatan kompetensi dan kualifikasi guru PAUD, butuh tekad bersama seluruh stakeholder terkait, seperti Kemendikdasmen, Kemdiktisaintek dalam hal ini LPTK, dan pemda, untuk sinergi dalam menyukseskan program tersebut. Harapannya, mimpi itu bisa terwujud dengan semangat kolaborasi berbagai pihak. 

Sebagai lembaga profesi guru TK, IGTKI pun menyambut baik inisiasi pemerintah yang telah memperhatikan guru-guru PAUD. Nur Sriyati selaku Ketua IGTKI menyampaikan bahwa Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI-PGRI) memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Direktorat Guru PAUD dan Pendidikan Nonformal, Kemendikdasmen, yang telah menghadirkan “Program Pemenuhan Kualifikasi Akademik S-1/D-4 Guru.”

“Program ini merupakan langkah strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini melalui pemenuhan kualifikasi akademik guru PAUD formal, khususnya guru TK. Kami percaya bahwa dengan semakin banyak guru TK yang menempuh pendidikan S-1/D-4, kualitas layanan PAUD akan semakin profesional dan bermutu.” tuturnya.  

Sebagai organisasi profesi guru TK terbesar di Indonesia, IGTKI-PGRI mendukung penuh program itu dan mengimbau kepada seluruh guru TK yang belum S-1/D-4 agar segera mendaftar dan memanfaatkan kesempatan berharga tersebut.

Sri Nuryati pun mengajak semua pihak untuk bahu-membahu turut mendukung keberhasilan program itu. “Mari bersama kita sukseskan program ini demi terwujudnya guru TK yang unggul, berdaya saing, dan mampu mencetak generasi emas Indonesia,” pungkasnya.

Ketua Bidang Pendidikan Pimpinan Pusat Yayasan Pendidikan Muslimat NU sekaligus Staf Ahli KemenPPA, Prof. Zahrotun Nihayah, menyampaikan bahwa program beasiswa S-1/D-4 untuk peningkatan kualitas guru sangat penting untuk mempercepat ketertinggalan pendidikan di Indonesia, agar segera bisa mencapai pendidikan yang berkualitas. Program itu juga sejalan dengan Asta Cita ke–4 bahwa dengan pengembangan SDM dan kesetaraan gender, maka kualitas pendidikan meningkat. Selain itu, kualitas guru sebagai ujung tombak pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang berkualitas, sehingga pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan dapat terwujud. 

Beliau menekankan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, maka pengembangan kompetensi guru menjadi sangat penting, “Mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan nilai-nilai agama, memastikan bahwa aksesibilitas pendidikan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat,” tambahnya.

Percepatan pemenuhan kualifikasi akademik S-1/D-4 merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu, serta  memastikan pemerataan kualitas seluruh guru, sehingga layanan pendidikan meningkat untuk memastikan generasi emas bagi Indonesia.


 “Program pemenuhan kualifikasi guru  merupakan salah satu upaya pemerintah guna mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua.”

Penguatan Kompetensi Guru melalui Peningkatan Kualifikasi S-1/D-4

large_DSC00378.JPG

medium_DSC00378.JPG

small_DSC00378.JPG

thumbnail_DSC00378.JPG

DSC00378.JPG

**GuruPAUDPNF, Buleleng** -- “Aku ngga mau makaaan, aku ngga mau makan pake teluurr,” rengek sedih Dafin pada wali kelasnya. Wali kelasnya menepuk-nepuk pundak Dafin,  “Ooo, iyaaa..Dafin kan ngga suka telor yaa?” “iyaaa..” Dafin menjawab dengan menurunkan intonasi suaranya, seolah lega karena guru mendukungnya.

Ketika percakapan itu terjadi, kepala satuan memvideokannya. Setelah mendapat izin dari Dafin, Ni Luh Pudiarsini, Kepala PAUD Pelita Kasih yang akrab disapa Ms. Pudi, mengirimkan video tersebut pada orang tua Dafin, dengan maksud memberitahu bahwa putranya tidak menyukai lauk yang dibawa hari itu. Ni Luh berniat menyampaikan, mungkin perlu variasi menu bekal makanan, agar ananda tertarik.

“Kami memang dekat dengan hampir semua orang tua di sini. Tidak hanya sering datang ke PAUD, mereka bahkan sering membantu kegiatan kami,” imbuh Ms. Pudi. 

Bahkan, kegiatan besar tahunan PAUD Pelita Kasih yang mengundang lembaga PAUD se-Kabupaten Buleleng, dimotori oleh wali murid Pelita Kasih. “Mereka yang merancang kegiatannya, mendekor ruangannya, menggalang dana dari sponsor, duh banyak, hingga pelaksanaannya mereka yang atur,” ujar Ms. Pudi dengan mata berbinar.

**Tak Kenal, maka Tak Sayang**

PAUD Pelita Kasih meyakini, pelibatan keluarga atau wali murid tidak akan terwujud tanpa saling mengenal dengan baik sebelumnya. Bukan sekadar mengetahui nama dan nomor kontak wali murid, lebih dari itu, apa yang perlu dibangun bersama agar anak tumbuh dan berkembang sesuai harapan.

Ya, fokus pada anak. Anaklah yang menjadi kepentingan dan misi bersama. Untuk itu, PAUD Pelita Kasih memilih dari awal untuk berkomunikasi langsung; bertemu dan “bertanya” pada wali murid. Kegiatan itu dilakukan persis setelah anaknya diterima di PAUD tersebut. Apa kelebihan dan apa yang masih perlu dikembangkan dari anak? Adakah masalah pertumbuhan, perkembangan, termasuk dalam belajar, bergaul, dan seterusnya? Apa yang sudah dilakukan orang tua atau keluarga dalam menanggulanginya, dan apa yang sekiranya akan dilakukan kemudian. Kegiatan bertemu dan “bertanya” itu sering disebut sebagai profiling.

Komunikasi  tersebut dilakukan sebelum masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), sehingga ketika MPLS diselenggarakan, pendidik telah memiliki informasi awal mengenai murid. Berikut beberapa kegiatan lain yang telah diterapkan PAUD Pelita Kasih Singaraja terkait pelibatan orang tua atau keluarga di PAUD, yang mungkin dapat menjadi inspirasi lembaga PAUD lainnya.

•	Profiling atau mendata keadaan anak secara fisik dan perkembangan.
Kegiatan itu dilakukan sebelum MPLS, yang bertujuan mendapat informasi kualitatif mengenai anak.

•	Kenalan dengan warga satuan.
Sebagaimana layaknya akan membina hubungan, kenalan dilakukan terlebih dulu. Kegiatan itu bertujuan agar wali murid mengenal lebih jauh lembaga PAUD yang akan menjadi taman belajar anaknya. Di momen tersebut, lembaga PAUD tidak hanya berkenalan dengan para wali murid, namun sesama wali muridpun dapat mulai membangun pertemanan. Jalinan pertemanan sesama wali murid dapat menjadi media saling belajar, berbagi kiat pengasuhan, dan lain-lain. 

•	Panitia atau kegiatan voluntary. 
Sebagaimana disebutkan oleh Kepala PAUD Pelita Kasih, wali murid turun tangan menjadi motor kegiatan satuan, mulai dari kegiatan yang lingkupnya di satuan PAUD, hingga sekup kabupaten. Keren kan? Itulah event perayaan ulang tahun PAUD Pelita Kasih yang mengundang semua lembaga PAUD se-Kabupaten Buleleng turut serta. Ada pentas seni dan kreasi anak, pasar murah, dan perlombaan anak. 

Tidak hanya membantu pelaksanaan, persiapan acara, bahkan penggalangan dana kegiatan dilakukan oleh wali murid. Bukan hanya wali murid sudah terlepas dari kepentingan mengembangkan anak di satuan PAUD-nya, tapi bagaimana lembaga PAUD se-Kabupaten Buleleng dapat maju bersama untuk masa depan anak yang gemilang. 

•	Kelas orang tua.
Kegiatan itu tidak melulu berupa seminar yang mendatangkan narasumber ahli dari luar satuan, terkadang sesama orang tua atau wali murid berbagi mengenai kita-kiat pengasuhan. Dari soal mengatasi tantrum anak, belajar numerasi di rumah, hingga seru-seruan masak bersama (fun cooking). Ide masak bersama itu lahir dari kewajiban orang tua membekali anaknya makanan sehat dan bergizi seimbang ke PAUD. Meski demikian, banyak orang tua sering kebingungan atau mati gaya menyoal bekal makanan yang praktis, atau mudah dibuat, tapi bergizi tinggi. Tidak itu saja, bekal makanan juga bisa menjadi media kreatif untuk guru mengajarkan kemampuan tertentu. Misalnya, belajar numerasi dengan menghitung jumlah lauk, sayur, dan buah yang dibawa, termasuk mengenali warna dan bentuknya. Seru kan?

**Mirip Keluarga**

Joyce Epstein (1980) menggunakan istilah "sekolah yang mirip keluarga" (family-like school) dan "keluarga yang mirip sekolah" untuk menjelaskan perilaku keluarga dan sekolah yang percaya akan pentingnya “ruh” satu sama lain (sekolah dan keluarga) dalam pendidikan anak.

Dalam keluarga yang mirip sekolah, orang tua mendorong, mendukung, dan mengembangkan kemampuan fondasi anak-anak mereka. Mereka mungkin membantu mengerjakan proyek atau tugas anak, atau memperkenalkan kegiatan edukatif sebagai bagian dari jadwal keluarga mereka. Selain itu, mereka mungkin menggunakan waktu dengan cara yang sama seperti sekolah atau memberikan penghargaan kepada anak-anak mereka atas pencapaian yang diraih. Keluarga-keluarga tersebut mengajarkan anak-anak mereka untuk memandang kegiatan sekolah sebagai bagian dari ritme alami kehidupan sehari-hari.

Sekolah yang mirip keluarga, dengan cara yang serupa, mengambil sikap dan karakteristik dari keluarga yang penuh perhatian. Seperti keluarga, mereka mungkin memberikan perhatian individual untuk memenuhi kebutuhan unik setiap anak. Itu bisa berarti mengubah aturan berdasarkan keadaan individual. Hal tersebut juga dapat berarti berusaha menciptakan hubungan yang lebih terbuka dan timbal balik antara guru dan murid.

Suasana “berasa di rumah padahal di PAUD” dan sebaliknya “serasa di PAUD ketika di rumah” tentunya akan membuat nyaman untuk bermain sambil belajar. Murid yang nyaman dalam lingkungan belajarnya, harapannya akan memiliki kesadaran penuh terhadap proses belajarnya, dan akan mengembangkan rasa ingin tahu yang tinggi dan mampu meregulasi dirinya sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 

Mereka akan mencari makna dan membangun koneksi antara materi pembelajaran dengan realitas kehidupan nyata. Karena motivasi belajar muncul dari dalam diri mereka sendiri, proses pembelajaran dijalani dengan perasaan gembira dan penuh sukacita. Bukankah ini profil murid yang kita idamkan?

Tunggu apa lagi, yuk segera ciptakan PAUD yang seperti di rumah, dengan pelibatan keluarga! (**Sri Lestari Yuniarti**)


“Keluarga turut mengajarkan anak-anak memandang kegiatan sekolah sebagai bagian dari ritme alami kehidupan sehari-hari.”

Lembaga PAUD Rasa Rumah

large_WhatsApp Image 2025-08-04 at 15.12.20 (1).jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-08-04 at 15.12.20 (1).jpeg

small_WhatsApp Image 2025-08-04 at 15.12.20 (1).jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-08-04 at 15.12.20 (1).jpeg

WhatsApp Image 2025-08-04 at 15.12.20 (1).jpeg

**GuruPAUDPNF, Tangerang Selatan** – “Senin Selasa aku suka membaca. Rabu dan Kamis berhitung dan menulis.” Lirik lagu anak-anak usia dini bertitel “Hari-hariku” besutan Sabri bukanlah diciptakan tanpa alasan hingga akhirnya masuk dalam nominasi jawara KICAU 2024 yang diselenggarakan Direktotorat Guru PAUD dan PNF. Guru TK Negeri 2 Bengkalis, Riau, tersebut tahu betul apa yang dibutuhkan para peserta didiknya. 

Bukan perempuan pada umumnya, Sabri adalah sosok lelaki yang telah mengajar di satuan pendidikan usia dini sejak 2004. Kalaupun beberapa anak sudah mengetahui nama-nama hari, jelas Sabri, namun sebagian besar mereka tidak hafal urutannya.

“Nama hari yang telah diurutkan ditambah dengan aktivitas harian, tak hanya menambah pengetahuan, anak-anak juga termotivasi untuk melakukan kegiatan yang produktif,” ungkap Sabri saat mengikuti kegiatan penyusunan naskah video klip KICAU di Tangerang Selatan, Banten (1/8).

Menurut pria yang sudah menelurkan album lagu anak tersebut, karya lagu ciptaannya dirancang untuk memudahkan anak-anak mengingat hari dalam seminggu dengan cara mudah, sederhana, dan menyenangkan. “Saya bermaksud untuk menstimulus perkembangan anak, di antaranya melalui aspek kognitif, sosial emosional, dan menyebutkan nama hari dengan lafal yang benar,” ujarnya.

“Hari-hariku” bukanlah kali pertama Sabri menghasilkan sebuah karya lagu. Sejak menempuh sekolah pendidikan guru, Sabri nyatanya sudah banyak menciptakan lagu. “Alhamdulillah lagu-lagu ciptaan saya sudah dibuatkan album oleh produser lokal,” jelasnya bangga. 
![WhatsApp Image 2025-08-04 at 15.12.20.jpeg](https://gurupaudpnf.kemendikdasmen.go.id/cms/uploads/Whats_App_Image_2025_08_04_at_15_12_20_1d9dc86b9c.jpeg)
Menurut Sabri, pembelajaran lewat lagu yang diberikan kepada peserta didiknya dapat dilakukan kapan saja, seperti memulai pelajaran, di tengah ataupun jelang berakhirnya jam belajar sekolah. “Lagu dapat diberikan guna memotivasi anak-anak untuk semangat belajar di sekolah. Orang tua murid pun terlihat antusias saat kami menerapkan lagu dalam proses pembelajaran,” ungkap ayah empat anak tersebut.

**Mengabdi dari yang Terluar**

Terletak di Provinsi Riau, wilayah Bengkalis termasuk pulau terluar yang berseberangan dengan negara jiran, Malaysia. Jarak 30 kilometer (km) pun menjadi keseharian Sabri bersama kendaraan beroda dua gaeknya, Astrea Prima, menempuh perjalanan dari rumah ke TK Negeri 2 Bengkalis yang memiliki luas area 46x70 meter persegi.  

Keseharian aktivitas Sabri dimulai dengan bangun pukul 4 pagi, hingga akhirnya bersiap berangkat menuju sekolah pada pukul 6.30. Sekitar 40 menitan perjalanan dari rumahnya di pedesaan, Sabri pun tiba di sekolah yang letaknya di pinggiran kota guna menyambut anak-anak didiknya jelang dimulainya pembelajaran tepat pukul 7.45 pagi. Anak-anak yang datang lalu diminta untuk meletakkan tas di temat yang telah disediakan, kemudian dibebaskan untuk bermain sebelum waktu pembelajaran dimulai. “Kami pun telah menyiapkan pembelajaran bagi anak-anak di sekolah pada hari sebelumnya ataupun dipersiapkan di rumah,” terang penyandang sarjana ke-PAUD-an Universitas Terbuka tahun 2013 itu.

TK Negeri 2 Bengkalis saat ini memiliki 130 peserta didik yang terbagi dalam 2 kelompok, kelas A bagi anak berusia 4-5 tahun dan kelas B untuk anak berusia 5-6 tahun, terbagi atas 9 rombel yang dilayani 14 guru. “Orang tua sangat antusias menyekolahkan anaknya karena TK berstatus negeri dan tidak dipungut biaya. Seragam pun dibebaskan, boleh dipakai ataupun tidak,” jelas penghobi memancing malam hari di hutan tersebut.

Lantas, bagaimana tantangan diri Sabri sebagai sosok laki-laki yang harus melayani anak usia dini? “Saya pun harus memakai strategi sendiri bagaimana anak tidak takut dengan sosok bapak guru dibandingkan ibu guru pada umumnya. Bahkan, hanya butuh 2 minggu, anak-anak pun akhirnya malah akrab dengan saya,” ujar sosok yang mengaku sempat mencari peruntungan pekerjaan di negeri tetangga Malaysia itu. 

Sabri pun merasa sangat senang dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk kembali menggelorakan lagu anak melalui ajang KICAU. Bukannya mengapa, “Lagu sangat bepengaruh untuk membentuk karakter anak,” tegasnya.

Bakat mencipta lagu memang tertanam dalam diri Sabri sejak kecil. Pada masa sekolah dasar, Sabri kecil gemar menyanyi dan bermain musik, hingga mengikuti berbagai lomba. Kini, jelang masa pensiun 4 tahun ke depan, Sabri hanya berharap setiap tahunnya dapat melahirkan sebuah lagu. Lagu yang menjadi bekal pembelajaran bagi generasi emas Tanah Air tercintanya. “Masa pensiun akan saya isi dengan berkebun,” tutur Sabri mengakhiri kisahnya. (AP)


“Melalui hasil karya-karyanya, Sabri seolah tak henti bersenandung guna menyajikan pembelajaran kian menyenangkan.”

Bengkalis Berdendang ala Yanda Sabri

large_pics.jpg

medium_pics.jpg

small_pics.jpg

thumbnail_pics.jpg

pics.jpg

**GURUPAUDPNF, Singaraja –** Sinar matahari pagi menerpa tubuh-tubuh mungil ketika seorang guru memimpin mereka berolahraga. Alunan musik yang menghentak menambah semangat anak-anak itu menggerakkan tubuhnya, mengikuti gerakan Senam Anak Indonesia Hebat. Meski suara guru yang mencontohkan gerakan kadang tertelan dentuman musik, tak menyurutkan kegembiraan anak-anak bersenam pagi. Guru-guru yang memposisikan diri di tengah barisan anak-anak, sesekali membetulkan gerakan mereka. Gerakan ristmis yang dilakukan secara serempak oleh seratusan anak itu menciptakan harmoni tersendiri. “Senam ini dilakukan tiap pagi, makanya anak-anak banyak yang sudah hafal gerakannya,” tutur Ni Ketut Raini Citrawati, Kepala TK Pembina Singaraja, Buleleng, Bali. 

Senam yang menceriakan tersebut dilakukan setelah anak-anak diajak berdoa bersama, sebelum memulai aktivitas belajar hari itu. Karena di TK tersebut sebagian besar anak beragama Hindu, maka doa dipimpin dengan doa agama Hindu, sementara yang lain menyesuaikan. 

Kepala satuan yang telah mengabdi 16 tahun itu mengatakan, penerapan “7 Kebiasaan Anak Hebat Indonesia” (KAIH) bukan saja karena kebijakan dari pemerintah saat ini, namun KAIH memang terbukti memupuk anak cerdas sehat dan berkarakter sejak dini.

Membangun fondasi karakter sejak usia dini dilakukan TK yang telah berdiri sejak 1969 itu sebagai pembiasaan positif yang berkelanjutan. Di tengah hiruk-pikuk Kota Singaraja, TK Negeri Pembina Singaraja tengah menjalankan sebuah misi mulia. Lembaga pendidikan yang beralamat di Jalan Tekukur No. 16 itu tidak hanya fokus pada pengembangan kognitif anak, namun juga berkomitmen penuh dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa melalui implementasi "7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat."

TK Negeri Pembina Singaraja telah lama dikenal sebagai salah satu institusi pendidikan anak usia dini terdepan di Kabupaten Buleleng. Dengan rekam jejak prestasi yang membanggakan, termasuk meraih Juara I Lomba Sekolah Sehat tingkat Provinsi Bali yang membawa mereka ke tingkat nasional, sekolah itu kini mengambil langkah progresif dengan mengadopsi program “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” yang diluncurkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

"Kami meyakini bahwa karakter yang kuat harus dibangun sejak usia dini. Program 7 Kebiasaan ini sangat sejalan dengan visi kami untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas dan sehat, namun juga memiliki akhlak mulia," ungkap Citra.

**Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat**

Program yang diimplementasikan di TK Negeri Pembina Singaraja itu mencakup tujuh kebiasaan secara berkelanjutan. Dimulai dengan menginformasikan kepada wali murid, membagikan Panduan Pelaksanaan 7 KAIH di what’sapp group wali murid, lalu menerapkan dan menguatkan yang sudah dibiasakan sebelumnya, seperti olahraga dan makan bergizi seimbang.

1. Bangun Pagi - Memulai Hari dengan Semangat

Setiap pagi, anak-anak TK Pembina Singaraja dibiasakan untuk bangun pagi dan tiba di sekolah tepat waktu. Kebiasaan itu tidak hanya melatih kedisiplinan, namun juga mengembangkan kemampuan mengelola waktu sejak dini. 

2. Beribadah - Menumbuhkan Spiritualitas

Kegiatan spiritual menjadi bagian integral dari rutinitas harian. Anak-anak diajak untuk melakukan doa bersama sebelum memulai kegiatan pembelajaran, menciptakan atmosfer yang tenang dan penuh syukur. Program itu menghormati keberagaman agama dan kepercayaan, dengan setiap anak diberikan ruang untuk beribadah sesuai keyakinannya.

3. Berolahraga - Membangun Tubuh Kuat dan Sehat

Aktivitas fisik menjadi prioritas dengan berbagai kegiatan olahraga yang menggembirakan, mulai dari Senam Anak Indonesia Hebat, hingga aktivitas motorik kasar di area bermain luar ruangan.

4. Makan Sehat dan Bergizi - Nutrisi untuk Tumbuh Kembang

Program makan sehat dijalankan melalui penyediaan menu bergizi seimbang dan edukasi tentang pentingnya nutrisi. Program itu termasuk yang menantang, karena masih banyak anak yang membawa bekal kurang bergizi, seperti mi instan, makanan kemasan berpengawet dan perasa tambahan atau makan tanpa sayur dan buah. Anak-anak yang membawa bekal makan gizi berimbang akan menjadi contoh dan bahan cerita bagi anak-anak lainnya. Misalnya, dengan menceritakan kegunaan sayuran untuk tubuh, lalu menghitung jumlah dan jenis makanan yang dibawa (pembelajaran numerasi).

Selain pesan untuk makan bergizi seimbang disampaikan pada murid, guru juga menyampaikannya pada wali murid melalui what’s app group atau menjadi agenda bahasan pada momen pertemuan wali murid.

5. Gemar Belajar - Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu

Pembelajaran dirancang dengan pendekatan yang membangun kesadaran belajar, bermakna, dan menggembirakan. Metode bermain sambil belajar diterapkan melalui berbagai aktivitas kreatif, seperti mendongeng, eksperimen sains sederhana, dan eksplorasi alam. Selain itu, perpustakaan mini dengan koleksi buku anak yang menarik menjadi sudut favorit untuk menumbuhkan minat baca.

6. Bermasyarakat - Membangun Jiwa Sosial

Kegiatan sosial dan gotong-royong menjadi bagian penting dalam pembelajaran. Anak-anak diajak untuk berbagi dengan teman, membantu sesama, dan berpartisipasi dalam kegiatan komunitas sekolah. Program kunjungan ke panti asuhan dan bakti sosial rutin dilakukan untuk menumbuhkan empati dan kepedulian sosial anak.

7. Tidur Cepat - Istirahat yang Berkualitas

Melalui edukasi kepada orang tua dan komunikasi intensif, TK Pembina Singaraja memastikan anak-anak memiliki pola tidur yang teratur. Program kunjungan rumah, kadang dilakukan untuk memantau implementasi kebiasaan itu di rumah, menciptakan sinergi antara sekolah dan keluarga.

**Implementasi Holistik dan Berkelanjutan**

Keberhasilan program tersebut tidak lepas dari pendekatan holistik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Setiap kegiatan didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas program.

"Kami tidak hanya mengajarkan, tetapi juga memberikan teladan. Setiap guru berkomitmen untuk menjadi teladan (role model) dalam menjalankan 7 kebiasaan ini," jelas Citra.

Kolaborasi dengan wali murid menjadi kunci sukses implementasi program. Buku komunikasi harian menjadi jembatan komunikasi antara guru dan orang tua dalam memantau perkembangan anak.

**Dampak Positif 7 KAIH**

Setelah dua bulan implementasi “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” di satuan, hasil yang menggembirakan telah terlihat. Anak-anak menunjukkan peningkatan dalam hal kedisiplinan, kemandirian, dan kepercayaan diri. 

"Perubahan yang paling terlihat adalah pada karakter anak-anak. Mereka lebih mandiri, percaya diri, dan memiliki empati yang tinggi terhadap sesama," ungkap salah satu wali murid dengan bangga.

Pernyataan wali murid tersebut dikuatkan oleh salah seorang guru, bahwa murid makin terlihat disiplin. “Mereka jarang terlihat malas-malasan, karena menyadari bahwa kegiatan bermain dan belajar mereka menggembirakan, tetapi bermakna bagi tumbuh kembang mereka,” ujar wali kelas B1.

**Tantangan dan Strategi Adaptasi**

Meski menuai banyak keberhasilan, implementasi program itu bukan berarti tanpa tantangan. Perbedaan latar belakang keluarga dan keterbatasan fasilitas merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan bijak.

TK Negeri Pembina Singaraja merespons tantangan itu dengan pendekatan yang fleksibel, namun tetap konsisten pada prinsip dasar. Sebagai bagian dari gerakan nasional menuju Indonesia Emas 2045, TK Negeri Pembina Singaraja berkomitmen untuk terus mengembangkan program tersebut. Pengembangan fasilitas, peningkatan kompetensi guru, dan ekspansi program komunitas menjadi rencana ke depan.

"Kami optimistis bahwa murid yang kini kami didik akan menjadi generasi emas yang siap memimpin Indonesia di masa depan. Karakter kuat yang terbentuk sejak usia ini akan menjadi fondasi kokoh bagi pembangunan bangsa," pungkas Kepala Sekolah dengan penuh antusias.

Melalui implementasi “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat,” TK Negeri Pembina Singaraja tidak hanya mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga mempersiapkan generasi berkarakter yang siap menghadapi tantangan masa depan. Sebuah investasi berharga untuk Indonesia yang lebih baik. (Sri Lestari Yuniarti)


“Menerapkan ‘7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat,’ TK Pembina Singaraja berkomitmen penuh dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa.”

Menjadi Hebat dari Kecil

Layanan konsultasi dan informasi terkait formasi pamong belajar dan penilik

large_WhatsApp Image 2025-08-12 at 14.33.23 (1).jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-08-12 at 14.33.23 (1).jpeg

small_WhatsApp Image 2025-08-12 at 14.33.23 (1).jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-08-12 at 14.33.23 (1).jpeg

WhatsApp Image 2025-08-12 at 14.33.23 (1).jpeg

Formasi Pamong Belajar dan Penilik

Layanan konsultasi dan informasi terkait Bulan Guru Nasional bagi Guru PAUD dan PNF

Bulan Guru Nasional Jenjang PAUD dan PNF

large_Screen Shot 2025-11-07 at 14.44.40.png

medium_Screen Shot 2025-11-07 at 14.44.40.png

small_Screen Shot 2025-11-07 at 14.44.40.png

thumbnail_Screen Shot 2025-11-07 at 14.44.40.png

Screen Shot 2025-11-07 at 14.44.40.png

**GuruPAUDPNF, Jakarta –** Direktorat Guru Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal (PAUD dan PNF), Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru, melaksanakan kegiatan “_Monitoring_ dan Evaluasi (Monev) Program/Kegiatan Prioritas Tahun 2025.” Kegiatan itu bertujuan untuk memastikan pelaksanaan program prioritas berjalan efektif, tepat sasaran, dan memberi dampak nyata bagi peningkatan kompetensi guru PAUD dan PNF di seluruh Indonesia. 

Monev tahun 2025 ini difokuskan pada enam program utama, yaitu (1) Diklat Berjenjang; (2) Pemenuhan Kualifikasi S1/D4; (3) Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam; (4) Uji Kompetensi Kenaikan Jenjang (UKKJ)7; (5) IKN-Kemitraan, dan (6) Pelatihan Teknis Non-Gelar . Pelaksanaan monev dilakukan secara luring, mulai awal November 2025, pada 10 titik lokasi (provinsi) pemantauan dan mengikutsertakan guru PAUD, pamong belajar, penilik, serta lembaga mitra, seperti LPD dan LPTK. 

Sepuluh titik lokasi pemantauan, yaitu Kalimantan Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau, NTB, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Penentuan lokasi didasarkan pada data responden yang mengikuti program/kegiatan prioritas Direktorat Guru PAUD dan PNF tahun 2024 dan 2025, berada pada wilayah sesuai jumlah sebaran peserta yang mengikuti program tersebut. Selain melalui pengisian kuesioner, tim monev juga melakukan diskusi kelompok terpumpun (FGD) dan wawancara mendalam untuk menggali informasi langsung dari peserta. 

Di antaranya, monev di wilayah Banten secara khusus menintikberatkan pada tiga program, yaitu Pembelajaran Mendalam, Uji Kompetensi Kenaikan Jenjang (UKKJ), serta Pemenuhan Kualifikasi S1. Monev di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara menitikberatkan pada empat program, yaitu Pembelajaran Mendalam, Uji Kompetensi Kenaikan Jenjang (UKKJ), Diklat Berjenjang, dan Pemenuhan Kualifikasi S-1/D-4 Guru. Fokus tersebut dipilih karena dinilai mendesak untuk mendorong peningkatan profesionalitas dan pengembangan karier pendidik. 

Direktur Guru PAUD dan PNF, Suparto, menyampaikan bahwa monev merupakan langkah penting untuk menilai keberhasilan, sekaligus memperbaiki pelaksanaan program pembinaan guru. “Melalui kegiatan ini, kita ingin memastikan bahwa seluruh program benar-benar memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dan PNF,” ujarnya. 

Suwarjana, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, mengatakan, jika berbicara pendidikan, Pemerintah Kota Malang sangat peduli. “Kami yakin apa pun program dari direktorat, pastinya sudah melalui perencanaan dan melalui uji. Jadi, kami sangat mendukung program-program nasional,” tuturnya.

Kepala Bidang PAUD, Kesetaraan, Keaksaraan, Kursus, dan Pelatihan Dinas Pendidikan Kabupaten Serang, Dedi Muwardi menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi sarana penting untuk mengetahui sejauh mana program-program yang telah diluncurkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di wilayah Banten telah mencapai tujuan yang diharapkan. “Kabupaten Serang berkomitmen untuk terus bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, dalam meningkatkan kompetensi guru PAUD dan PNF,” jelasnya.

Di samping itu, Rumantini, peserta monev di Kota Medan yang merupakan guru penerima bantuan program Pemenuhan Kualifikasi Akademik S-1/D-4 Guru, turut menyatakan bahwa dirinya senang sekali dilibatkan dalam kegiatan monev karena bisa secara langsung menyampaikan kendala dan berbagai manfaat program kepada tim dari kementerian.

Melalui kegiatan monev itu, diharapkan program prioritas yang telah diluncurkan Direktorat dapat berjalan tepat sasaran, memberikan umpan balik strategis, serta memperkuat kualitas pendidikan anak usia dini dan pendidikan nonformal. (Rika, Neni, Anik)


“Melalui monev,  Direktorat turut memastikan bahwa seluruh program memberikan manfaat bagi peningkatan kompetensi guru PAUD dan PNF.”

 Pastikan Program Prioritas Tepat Sasaran, Direktorat Guru PAUD dan PNF Gelar Monev

large_WhatsApp Image 2025-11-05 at 21.13.11.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-11-05 at 21.13.11.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-11-05 at 21.13.11.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-11-05 at 21.13.11.jpeg

WhatsApp Image 2025-11-05 at 21.13.11.jpeg

**GuruPAUDPNF, Banyumas**–Pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik (TKA) yang digelar serentak di seluruh Indonesia berlangsung lancar dan penuh antusiasme. Di Kabupaten Banyumas, kegiatan tersebut mendapat perhatian khusus dari Direktur Guru PAUD dan PNF, Suparto, yang melakukan monitoring langsung di dua sekolah, yakni SMAN 2 Purwokerto dan SMK Kesatrian Purwokerto (4/11).

Jumlah peserta TKA di SMAN 2 Purwokerto mencapai 396 siswa, sedangkan di SMK Kesatrian Purwokerto tercatat 631 peserta. Kedua sekolah menunjukkan kesiapan optimal dalam menyambut pelaksanaan TKA tahun ini.

![WhatsApp Image 2025-11-05 at 21.13.10.jpeg](https://gurupaudpnf.kemendikdasmen.go.id/cms/uploads/Whats_App_Image_2025_11_05_at_21_13_10_82175291e9.jpeg)

Suparto menjelaskan bahwa TKA merupakan bagian penting dalam sistem pembelajaran nasional. TKA menjadi alat evaluasi integral untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, sekaligus memetakan mutu pendidikan. 

“Melalui TKA, sekolah dan masyarakat diaktifkan dalam komunitas belajar yang menumbuhkan semangat refleksi dan perbaikan berkelanjutan. Tes ini juga mendorong siswa berpikir kritis dan logis, sekaligus membantu mereka mengenali potensi diri untuk meningkatkan kualitas belajar,,” ujar Suparto.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Joko Wiyono, juga turut menyampaikan dukungannya terhadap program TKA . “Program TKA dari Kemendikdasmen ini merupakan langkah bagus karena menumbuhkembangkan iklim kompetitif di antara peserta didik. Pendidikan tidak sekadar soal nilai, tetapi juga membangun karakter dan semangat berjuang. Kami mendukung penuh pelaksanaan TKA ini,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala SMAN 2 Purwokerto, Siti Isbandiah, menilai TKA membawa dampak positif terhadap motivasi belajar siswa. “Dengan adanya TKA, anak-anak menjadi lebih bersemangat belajar. Kami melihat peningkatan hasil pembelajaran yang nyata, dan sekolah telah menyiapkan sarana, prasarana, serta pembinaan mental agar siswa siap menghadapi ujian ini. Harapan kami, TKA bisa terus berlanjut setiap tahun untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ujarnya.

Dukungan serupa juga datang dari Kepala SMK Kesatrian Purwokerto, Agung Budiono, yang menilai TKA sebagai instrumen penting dalam pengukuran standar kemampuan akademik siswa. “TKA sangat mendukung peningkatan kemampuan anak. Kami menyiapkan segala aspek teknis dan nonteknis dengan matang, termasuk sosialisasi kepada orang tua agar mereka memberi dukungan penuh. Program ini sangat baik dan sebaiknya terus dilanjutkan di masa mendatang,” ungkapnya.

Antusiasme juga terlihat dari para peserta. Farhan Rizki Ramdhani, siswa kelas XII SMAN 2 Purwokerto, mengaku bangga dapat mengikuti TKA perdana itu. “Saya senang bisa mengikuti TKA berbasis teknologi ini. Meski cukup menantang, saya merasa bangga bisa menyelesaikannya dengan baik. Semoga ke depan pelaksanaannya makin baik dan membantu kami mencapai cita-cita masuk perguruan tinggi,” ujarnya semangat.

Secara keseluruhan, pelaksanaan TKA di Kabupaten Banyumas berjalan lancar, tertib, dan penuh semangat. Dukungan dari seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, dinas pendidikan, sekolah, hingga siswa, menjadi bukti nyata komitmen bersama untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan mutu pendidikan di Indonesia. (Fahmi Basyar)


“Tak hanya mendorong berpikir kritis, TKA membantu siswa mengenali potensi diri untuk meningkatkan kualitas belajar.”

Semangat Kompetitif Warnai TKA Serentak di Banyumas

large_WhatsApp Image 2025-11-04 at 09.06.33.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-11-04 at 09.06.33.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-11-04 at 09.06.33.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-11-04 at 09.06.33.jpeg

WhatsApp Image 2025-11-04 at 09.06.33.jpeg

GuruPAUDPNF, Makassar –Pola pikir bertumbuh menjadi salah satu tantangan yang perlu dihadapi oleh pendidik PAUD pada “Bimbingan Teknis Calon Pengajar Pembelajaran Mendalam Jenjang PAUD Angkatan IV” yang diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 29 Oktober sampai 4 November 2025. Kegiatan itu diikuti oleh 80 pendidik PAUD perwakilan dari organisasi mitra, yaitu  Aisyiyah, Ardya Garini, Himpaudi, IGABA, IGTKI, Yayasan Kartika Chandra,  Kemala Bhayangkari, dan Muslimat NU. Para peserta berasal dari Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara.

Pola pikir bertumbuh sudah diterapkan oleh peserta ketika awal mereka memutuskan untuk hadir dalam kegiatan itu. Jarak tempuh yang tidak singkat, perjalanan dengan menggunakan beberapa jenis moda transportasi, mengelola kebosanan saat melakukan perjalanan, berusaha untuk “melek” LMS, sampai pada mengatasi kecemasan karena baru pertama kali menggunakan moda transportasi pesawat terbang, menjadi upaya refleksi sebagai bagian dari ruang belajar bagi guru ketika dihadirkan konsep pola pikir bertumbuh.

Kegiatan “Bimbingan Teknis Calon Pengajar Pembelajaran Mendalam” didesain untuk menjadi ruang belajar yang menggunakan prinsip pembelajaran mendalam, yaitu berkesadaran, bermakna, dan menyenangkan agar selaras dengan implementasi di satuan PAUD. Upaya refleksi dilakukan ketika peserta melakukan curah pendapat terkait prinsip pembelajaran mendalam dalam keseharian mereka. 

“Satu yang paling berkesan untuk saya adalah ‘pengakuan dosa’ atas apa yang telah dilakukan para guru pada anak PAUD dalam kegiatan belajar sehari-hari, yaitu banyak kegiatan tanpa makna, tidak sabar dalam proses anak, tidak memberikan ruang yang cukup untuk memilih kegiatan sesuai keinginannya,” ungkap narasumber Rini Mintarsih.

Menurut Rini, hal tersebut menjadi bagian untuk membangun kesadaran guru sebagai pembelajar  yang dapat tumbuh bersama dengan  anak-anak didiknya,. “Saya banyak belajar dari peserta, untuk memanfaatkan berbagai kesempatan dan mengatasi tantangan sebagai cara untuk meningkatkan kompetensi diri,” tambahnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala BBGTK Provinsi Sulawesi Selatan, Arman Agung, pada saat membuka kegiatan, bahwa peningkatan kompetensi pendidik menjadi ujung tombak dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua dan membekali anak Indonesia dengan 8 dimensi profil lulusan, mulai dari keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, kewargaan, penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan dan komunikasi untuk menghadapi kompleksitas masa depan.
Ruang diskusi dan ruang kolaborasi dibangun secara maksimal dalam desain kegiatan pembelajaran mendalam, mulai dari materi pola pikir bertumbuh sampai dengan materi lain, sebagai upaya menguatkan implementasi pembalajran mendalam peserta. Peserta juga menerima materi  “Pembelajaran Orang Dewasa” dan melakukan microteaching untuk memberikan  bekal sebagai calon pelatih.
Refleksi atas praktik pembelajaran sehari-hari, semoga menjadi bekal pola pikir bertumbuh yang perlu dimiliki guru dan pendidik PAUD ketika menerapkan pembelajaran mendalam di wilayah masing-masing. (Asih Priamsari).


“Kegiatan bimtek didesain untuk menjadi ruang belajar yang menggunakan prinsip pembelajaran mendalam, yaitu berkesadaran, bermakna, dan menyenangkan.”

Pola Pikir Bertumbuh dalam Bimtek Calon Pengajar Pembelajaran Mendalam

large_WhatsApp Image 2025-11-01 at 08.02.46.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-11-01 at 08.02.46.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-11-01 at 08.02.46.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-11-01 at 08.02.46.jpeg

WhatsApp Image 2025-11-01 at 08.02.46.jpeg

**Jakarta, 31 Oktober 2025** - Peringatan Hari Guru Nasional 2025 mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Sejalan dengan itu, pada hari ini, Jumat (31/10), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi meluncurkan Bulan Guru Nasional di SLBN 1 dan SLBA Pembina. Peluncuran ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap dedikasi para guru dan tenaga kependidikan di seluruh Indonesia, sekaligus menegaskan komitmen kuat dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif, adaptif, dan berdaya saing di era digital. Adapun pemilihan SLB sebagai lokasi peluncuran menjadi simbol nyata dari perhatian pemerintah terhadap pendidikan yang inklusif, terutama bagi guru dan peserta didik berkebutuhan khusus.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul M’uti menegaskan bahwa guru bukan sekadar agen pembelajaran, tetapi juga agen pembangunan peradaban. “Guru tidak sekadar agen pembelajaran tetapi guru adalah agen dalam membangun peradaban. Tugas guru tidaklah hanya terbatas pada mengajar di kelas atau memenuhi tugas-tugas administrasi belaka, karena sesungguhnya kemuliaan seorang guru itu terletak pada ketulusannya di dalam memberikan layanan pendidikan,” ujar Mu’ti.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Himatul Aliyah, menyampaikan apresiasi atas peluncuran Bulan Guru Nasional 2025. “Terima kasih kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah atas penyelenggaraan peluncuran Bulan Guru Nasional Tahun 2025. Momentum ini bukan hanya seremonial, tetapi juga menjadi pengingat atas pengabdian dan dedikasi guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga menjadi navigator bagi anak-anak didik kita,” ujar Himatul.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Nunuk Suryani, menjelaskan bahwa perayaan Bulan Guru Nasional akan diikuti berbagai rangkaian kegiatan selama satu bulan penuh sebagai bentuk apresiasi kepada seluruh guru dan tenaga kependidikan di Indonesia. Kegiatan ini akan dilaksanakan di berbagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan dinas pendidikan. Selain itu juga ada kampanye “Terima Kasih Guruku”, di mana para siswa yang telah menerima pelayanan terbaik dari guru dapat memberikan ucapan terima kasih melalui media sosial maupun media pembelajaran lainnya.
![WhatsApp Image 2025-11-01 at 08.02.46 (1).jpeg](https://gurupaudpnf.kemendikdasmen.go.id/cms/uploads/Whats_App_Image_2025_11_01_at_08_02_46_1_8773475c3e.jpeg)
“Harapan kami perayaan Bulan Guru ini menjadi momentum untuk memperkuat semangat dan kolaborasi para pendidik dan menumbuhkan rasa bangga terhadap profesi guru yang mendorong terciptanya ekosistem pendidikan yang lebih berkualitas sehingga pendidikan bermutu untuk semua dapat kita wujudkan,” tutur Dirjen Nunuk.

Perayaan Hari Guru Nasional akan diawali dengan upacara resmi, dilanjutkan dengan puncak acara Bulan Guru Nasional yang menampilkan berbagai kegiatan, termasuk penyerahan penghargaan dan anugerah kepada individu yang menunjukkan inovasi dan kontribusi luar biasa dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. “Kami berharap dengan tema Guru Hebat, Indonesia Kuat bisa menjadikan ajaran kita untuk menyatukan langkah dan menghadirkan pendidikan yang bermutu untuk semua di seluruh penjuru negeri,” tutup Nunuk.

Kemendikdasmen melalui Ditjen GTKPG mengajak seluruh pihak untuk ikut menyemarakkan Bulan Guru Nasional dengan melakukan berbagai kegiatan yang menginspirasi demi mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua.

Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah

Laman: kemendikdasmen.go.id
X: x.com/Kemdikdasmen
Instagram: instagram.com/kemendikdasmen
Facebook: facebook.com/kemendikdasmen
YouTube: KEMDIKDASMEN
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikdasmen.go.id
Siaran Pers Kemendikdasmen: kemdikdasmen.go.id/main/blog/category/siaran-pers

#PendidikanBermutuuntukSemua
#KemendikdasmenRamah

Luncurkan Bulan Guru di SLB, Mendikdasmen : Guru Adalah Agen Perubahan

Siaran Pers Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor: 711/sipers/A6/X/2025

large_WhatsApp Image 2025-10-30 at 18.30.37.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-10-30 at 18.30.37.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-10-30 at 18.30.37.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-10-30 at 18.30.37.jpeg

WhatsApp Image 2025-10-30 at 18.30.37.jpeg

**GuruPAUDPNF, Kudus,** — Direktorat Guru Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal (Dit. Guru PAUD dan PNF) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah terus memperkuat kompetensi guru dalam menerapkan pendekatan berpikir komputasional (computational thinking/CT) pada pembelajaran anak usia dini. Melalui program pelatihan calon pelatih implementasi berpikir komputasional di PAUD, sebanyak 38 guru dari Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa mengikuti kegiatan intensif selama satu pekan di Kudus, Jawa Tengah, pada 26 Oktober–1 November 2025.

Berpikir komputasional merupakan kemampuan berpikir untuk menyelesaikan masalah secara sistematis, reflektif, dan terstruktur. Konsep itu diperkenalkan oleh Jeannette M. Wing (2006) sebagai cara berpikir yang mencakup kemampuan memecahkan masalah, merancang solusi, dan memahami perilaku manusia melalui prinsip dasar ilmu komputer. Namun, CT bukan berarti anak harus berhadapan langsung dengan komputer atau teknologi. CT menekankan pada proses berpikir logis, pengenalan pola, penyusunan langkah (algoritma), serta kemampuan menganalisis dan menyederhanakan masalah (abstraksi).

Dalam konteks pendidikan anak usia dini, CT tidak identik dengan kegiatan coding atau hitung-hitungan matematika, melainkan proses membentuk pola pikir sistematis sejak dini. Melalui pendekatan itu, anak dilatih untuk mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi solusi yang dilakukan, dan melakukan refleksi untuk menemukan alternatif solusi yang lebih baik.

Anak usia dini menghadapi berbagai tantangan kehidupan sehari-hari, mulai dari menyesuaikan diri di lingkungan bermain, memahami aturan sosial, hingga menyelesaikan konflik kecil. Untuk itu, kemampuan berpikir komputasional menjadi fondasi penting dalam membentuk ketangguhan anak. Dengan CT, anak diajak untuk memecah persoalan menjadi bagian-bagian kecil (dekomposisi), mengenali pola dalam situasi baru (rekognisi pola), mengambil inti persoalan (abstraksi), dan merancang langkah penyelesaian (algoritma).

Menurut teori pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Guilford (1967), proses berpikir anak dalam menyelesaikan masalah melibatkan lima tahap, yakni persiapan, analisis, produksi ide, verifikasi, dan penerapan kembali. Tahapan tersebut sejalan dengan empat komponen utama CT yang menjadi bekal anak untuk menghadapi persoalan secara sistematis. Anak yang terbiasa berpikir dengan pola komputasional cenderung lebih mampu mengenali tantangan, menyusun strategi penyelesaian, dan mengambil keputusan dengan percaya diri.

Kegiatan pelatihan berpikir komputasional itu diinisiasi oleh Direktorat Guru PAUD dan PNF bekerja sama dengan Pusat Belajar Guru (PBG) Kudus dan Amman Mineral. Pelatihan tersebut menghadirkan 35 guru PAUD terpilih dari berbagai daerah di Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa sebagai peserta calon pelatih nasional berpikir komputasional di PAUD. Para peserta dilatih untuk memahami konsep CT secara mendalam, serta bagaimana mengimplementasikannya dalam aktivitas bermain anak usia dini.

Selain mendapatkan materi konseptual, peserta juga diajak melakukan observasi langsung ke satuan PAUD mitra yang telah menerapkan CT dalam pembelajaran, seperti TK Cahaya Nur di Kudus. Sekolah itu sejak tahun 2017 telah bekerja sama dengan Divisi Pendidikan CSR Djarum Foundation dalam pengembangan model pembelajaran berbasis CT. Pengalaman lapangan tersebut memperkaya wawasan peserta dalam melihat praktik nyata penerapan CT dalam berbagai aktivitas anak.

Pelatihan dilaksanakan dengan metode interaktif melalui diskusi, berbagi praktik baik ,serta kunjungan lapangan. Peserta juga mendapat sesi refleksi untuk menyusun rencana tindak lanjut implementasi CT di satuan PAUD masing-masing. Melalui kegiatan itu, guru tidak hanya belajar teori, tetapi juga berlatih bagaimana memberi pijakan (scaffolding) yang tepat agar anak dapat berpikir komputasional melalui aktivitas bermain konkret.

Sebagai contoh, guru dilatih untuk memberikan pertanyaan pemantik yang membantu anak menganalisis langkah-langkah penyelesaian masalah. Misalnya, ketika anak diminta menyusun balok menjadi menara, guru tidak langsung memberi tahu cara yang benar, tetapi memancing anak untuk berpikir: “Bagaimana cara agar menaramu tidak mudah roboh?” atau “Bagian mana yang harus dipasang dulu supaya kuat?” Dengan strategi seperti tersebut, anak belajar dekomposisi (memecah langkah), mengenali pola dari kesalahan sebelumnya, dan merancang algoritma sederhana untuk memperbaiki hasilnya.

Pada hari keempat pelaksanaan pelatihan (30/10), para peserta berinteraksi dengan beberapa guru dari Kabupaten Sumba Barat dan Kudus yang menjadi fasilitator dan telah menerapkan CT di satuan pendidikannya. Para peserta terinspirasi untuk bisa segera menerapkan pengetahuannya tentang berpikir komputasional. Selain itu, para peserta juga dilatih untuk melakukan penataan lingkungan main dengan menggunakan alat dan bahan yang ada. Kreativitas guru terlihat jelas, ketika membuat alat peraga buah-buahan, timbangan dan balok yang berbahan dasar kertas dan bahan lainnya yang ada. Hal itu membuktikan bahwa guru yang dilatih, selalu bersemangat mendapatkan pencerahan dan kreatif dalam membersamai anak-anaknya dengan perangkat sederhana yang menarik. 

Berdasarkan hasil pengamatan selama beberapa hari pelaksanaan pelatihan menunjukkan bahwa guru yang mengikuti pelatihan mengalami peningkatan signifikan dalam pemahaman konsep CT, sikap terhadap pentingnya CT di PAUD, serta kepercayaan diri (self-efficacy) dalam mengajarkannya. Mereka mulai mampu mengintegrasikan CT ke dalam kegiatan rutin anak, mulai dari penyambutan pagi, transisi antar-aktivitas, hingga refleksi penutup pembelajaran, walaupun masih dalam bentuk dokumen perencanaan pembelajaran dan simulasi bermain bersama rekan peserta lainnya. 

Salah satu contoh praktik baik penerapan CT yang menginspirasi peserta adalah suasana pembelajaran di TK Cahaya Nur Kudus, yakni guru secara konsisten mengintegrasikan empat komponen CT dalam seluruh tahapan kegiatan. Saat transisi antar-aktivitas, guru mengajak anak melompat sesuai pola warna dan bentuk di lantai untuk melatih rekognisi pola, sekaligus motorik kasar. Pada saat kegiatan inti, guru memberi stimulus melalui video atau cerita, lalu mengajak anak menyusun narasi berdasarkan pemahaman mereka sendiri. Guru kemudian memberikan bimbingan agar anak mampu berpikir secara sistematis dan terstruktur. 

Guru juga didorong untuk mengembangkan refleksi bersama anak setelah bermain, sehingga anak terbiasa menilai proses berpikirnya sendiri. Dengan pendekatan seperti tersebut, anak belajar bukan hanya untuk menyelesaikan tugas, tetapi memahami bagaimana mereka berpikir, sebuah keterampilan dasar yang mendukung ketangguhan menghadapi tantangan hidup.

Selain sesi kelas dan kunjungan lapangan ke TK Cahaya Nur, kegiatan itu juga diselingi dengan sesi kolaborasi antarguru untuk merancang aktivitas bermain berbasis CT. Nantinya, peserta yang telah dilatih akan mengimbaskan pengetahuan di satuannya masing-masing untuk memperluas jangkauan implementasi berpikir komputasional di PAUD seluruh Indonesia.

Implementasi CT di PAUD diharapkan menjadi fondasi penting bagi ketangguhan anak Indonesia. Dengan berpikir komputasional, anak belajar untuk tidak mudah menyerah ketika menghadapi tantangan, terbiasa mencari alternatif solusi, dan mampu mengevaluasi hasil tindakannya. Keterampilan tersebut akan membantu mereka menavigasi berbagai situasi di masa depan, baik dalam konteks akademik maupun kehidupan sosial.

Direktur Guru PAUD dan PNF, Suparto, menegaskan bahwa penguatan kapasitas guru dalam CT merupakan investasi jangka panjang dalam membentuk generasi tangguh, adaptif, dan berpikir kritis. “Guru PAUD adalah fasilitator pertama dalam menumbuhkan pola pikir anak. Melalui berpikir komputasional dengan komponen dekomposisi, rekognisi pola, abstraksi, dan algoritma, anak Indonesia akan tumbuh menjadi pembelajar yang mandiri, kreatif, dan siap menghadapi tantangan global,” ujarnya.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, dunia industri, dan lembaga pendidikan, diharapkan program pelatihan berpikir komputasional menjadi gerakan nasional yang meluas di satuan PAUD seluruh Indonesia. Melalui guru yang kompeten dan anak yang berpikir kritis, Indonesia melangkah pasti menuju generasi emas 2045 yang tangguh dan berdaya saing global. 


“Melalui berpikir komputasional, anak Indonesia akan tumbuh menjadi pembelajar yang mandiri, kreatif, dan siap menghadapi tantangan global,”

Penguatan Kompetensi Guru PAUD dalam Implementasi Berpikir Komputasional

large_WhatsApp Image 2025-10-28 at 14.21.10.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-10-28 at 14.21.10.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-10-28 at 14.21.10.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-10-28 at 14.21.10.jpeg

WhatsApp Image 2025-10-28 at 14.21.10.jpeg

**Jakarta, 28 Oktober 2025** - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bekerja sama dengan KG Media meluncurkan buku berjudul “Pendidikan Bermutu untuk Semua: Menggali Pokok-pokok Pikiran Abdul Mu’ti", di Jakarta pada 27 Oktober 2025. Acara yang berlangsung hangat dan penuh keakraban ini menjadi wujud apresiasi atas dedikasi Abdul Mu’ti terhadap kemajuan pendidikan nasional, serta momentum refleksi atas arah kebijakan pendidikan Indonesia ke depan.

Buku ini menghimpun enam belas tulisan dari berbagai tokoh pendidikan, akademisi, dan praktisi yang mengulas pemikiran, gagasan, serta langkah-langkah strategis Abdul Mu’ti dalam membangun pendidikan yang inklusif, berkeadilan, dan berorientasi pada mutu. Di antara para penulis, terdapat pengantar dari Pemimpin Umum Kompas, Lilik Oetama, yang menyampaikan pesan dan apresiasi khusus kepada Abdul Mu’ti atas kontribusinya dalam menginspirasi gerakan pendidikan nasional yang berpihak pada peserta didik.

Dalam sambutannya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada seluruh penulis, panitia, dan tim Kemendikdasmen yang telah bekerja keras menyukseskan penerbitan buku ini. Ia menilai bahwa karya tersebut bukan semata cerminan pemikirannya pribadi, melainkan hasil dari dialog panjang dengan para guru, praktisi, dan masyarakat di lapangan.

“Saya berusaha menjadi pendengar yang baik. Banyak ide besar lahir dari para guru dan masyarakat. Buku ini adalah cermin dari aspirasi mereka,” ungkap Mu’ti.

Mu'ti juga menambahkan bahwa berbagai kebijakan yang dijalankan Kemendikdasmen merupakan hasil kerja bersama dengan semangat kolaboratif dan prinsip keberlanjutan. Dalam perjalanannya menjelajahi 27 provinsi selama satu tahun masa tugas, Abdul Mu’ti menemukan bahwa pemerataan mutu pendidikan masih menjadi tantangan besar yang hanya bisa diatasi dengan kerja sama lintas sektor dan semangat gotong royong.

“Apa yang kami lakukan tidak lain karena arahan Bapak Presiden. Banyak kebijakan lahir dari hasil mendengar, berdialog, dan bergerak bersama masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Vice President National News KG Media, Paulus Tri Agung Kristanto, menyampaikan apresiasi atas kepercayaan Kemendikdasmen yang telah melibatkan KG Media dalam penerbitan buku ini. Ia menekankan bahwa penyusunan buku dilakukan dalam waktu singkat dengan semangat kebersamaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap dedikasi Abdul Mu’ti di bidang pendidikan.

“Buku ini adalah penghargaan atas ketekunan Abdul Mu’ti yang tidak hanya mengajar, tetapi juga berkontribusi melalui media dan ruang publik. Kami berharap buku ini menjadi sumber inspirasi bagi semua pihak untuk terus memperjuangkan pendidikan bermutu bagi seluruh anak bangsa,” ujarnya.

Peluncuran buku Pendidikan Bermutu untuk Semua menjadi penanda penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Buku ini tidak hanya menjadi catatan pemikiran, tetapi juga undangan bagi semua pihak untuk merefleksikan kembali makna pendidikan yang sejati pendidikan yang membebaskan, memanusiakan, dan membahagiakan. Melalui semangat “dari gagasan ke aksi,” Abdul Mu’ti menegaskan bahwa setiap langkah kecil dalam dunia pendidikan memiliki makna besar ketika dilandasi niat tulus untuk melayani dan memajukan anak bangsa.


Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
 
Laman: kemendikdasmen.go.id
X: x.com/Kemdikdasmen
Instagram: instagram.com/kemendikdasmen
Facebook: facebook.com/kemendikdasmen
YouTube: KEMDIKDASMEN
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemendikdasmen.go.id
Siaran Pers Kemendikdasmen: kemendikdasmen.go.id/pencarian/siaran-pers

#PendidikanBermutuuntukSemua
#KemendikdasmenRamah

Siaran Pers Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah  Nomor: 695/sipers/A6/X/2025

Peluncuran Buku “Pendidikan Bermutu untuk Semua”: dari Gagasan ke Aksi

large_WhatsApp Image 2025-10-22 at 19.30.02.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-10-22 at 19.30.02.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-10-22 at 19.30.02.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-10-22 at 19.30.02.jpeg

WhatsApp Image 2025-10-22 at 19.30.02.jpeg

GuruPAUDPNF, Balikpapan – Maraknya kasus kekerasan pada pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) belakangan ini menjadi peringatan bahwa telah terjadi pergeseran nilai di dunia pendidikan, saat mendidik diintrepretasikan sebagai kekerasan kepada anak di bawah umur dan terjadinya “kriminalisasi” PTK. Cara mendidik yang keras dianggap sebagai kekerasan yang menyebabkan beberapa pendidik dan tenaga kependidikan harus melalui proses pemeriksaan di kepolisian. Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan dinilai kurang kuat dalam melindungi pendidik dan tenaga kependidikan dalam menjalankan tugasnya.

Alhasil, guna memenuhi kebutuhan mendesak di lapangan untuk menciptakan payung hukum yang kuat dan
implementatif guna melindungi pendidik dan tenaga kependidikan dari tindakan
intimidasi, kekerasan, atau tuntutan hukum dalam pelaksanaan tugas keprofesiannya, maka Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menyusun RPM Perlindungan bagi PTK. Agar RPM ini dapat diimplementasikan di lapangan, maka Direktorat Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Nonformal (PNF), Ditjen Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru menyelenggarakan kegiatan “Uji Publik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan” di Balikpapan, Kalimantan Timur (22/10).

“Tujuan utama kegiatan ini adalah memperoleh masukan konstruktif, serta mengumpulkan pandangan, kritik, dan saran substantif dari pendidik, tenaga kependidikan, perwakilan sekolah, organisasi profesi, dan akademisi,” ujar Efrini, Kepala Subdit PKPP.

Efrini menambahkan bahwa kegiatan itu dihadiri oleh 40 orang peserta dari unsur Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur, pengawas sekolah, penilik, kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan jenjang PAUD/TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB, serta satuan pendidikan nonformal agar mendapatkan point of view yang berbeda dari masing-masing unsur perwakilan.

Kepala BGTK Provinsi Kalimantan Timur, Wiwik Setiawati, turut menyampaikan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, PTK perlu merasa aman dan terlindungi. “Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu serta pemahaman yang sama RPM akan menjadi penting agar di lapangan dapat berjalan dengan baik,” ujarnya.

Uji Publik tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa substansi rancangan peraturan menteri telah mengakomodasi berbagai isu perlindungan secara komprehensif, dan tentunya relevan. (**)


“Payung hukum yang kuat dibutuhkan guna melindungi PTK dari tindakan Intimidasi, kekerasan, atau tuntutan hukum dalam pelaksanaan tugas keprofesiannya”

Direktorat Guru PAUD dan PNF Gelar Uji Publik Perlindungan PTK

large_WhatsApp Image 2025-10-22 at 16.15.51.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-10-22 at 16.15.51.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-10-22 at 16.15.51.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-10-22 at 16.15.51.jpeg

WhatsApp Image 2025-10-22 at 16.15.51.jpeg

**GuruPAUDPNF, Solo** – Semangat dan energi baru amat  terasa saat ratusan Pengajar Pendalaman Materi (PPM) dari berbagai provinsi berkumpul mengikuti “Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyegaran PPM Diklat Berjenjang Tingkat Dasar dan Lanjut Tahun 2025” di Solo , Jawa Tengah, pada 21–25 Oktober 2025. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Guru Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal, Kemendikdasmen, itu menjadi wadah penting untuk memperkuat kapasitas para pengajar pendalaman materi agar semakin profesional, adaptif, dan berdaya saing.

Pada saat pembukaan, Komarudin sebagai Ketua Tim Kerja Pembelajaran, Penghargaan, dan Kesejahteraan, menjelaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya penyegaran kompetensi bagi para PPM agar tetap selaras dengan perkembangan kebijakan pendidikan terkini dan tuntutan di lapangan. “Bimtek ini diikuti oleh 120 peserta yang berasal dari tujuh provinsi, yaitu DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, serta Bengkulu,” ujarnya.

Komarudin menjelaskan, kegiatan tersebut memiliki tujuan utama untuk memperbarui wawasan para PPM terhadap kebijakan dan regulasi terbaru, meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan pendalaman materi serta tugas mandiri, memperkuat jejaring kerja antardaerah, dan memberikan bekal praktis yang dapat diterapkan langsung di satuan pendidikan. Kegiatan itu juga menjadi tindak lanjut implementasi Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025, yang mengatur perubahan kurikulum pada jenjang PAUD, dasar, dan menengah. “Para peserta mengikuti pembelajaran dengan metode sinkronus dan asinkronus mencakup total 48 Jam Pelajaran (JP) untuk tingkat dasar dan 64 JP untuk tingkat lanjut,” tambahnya.

Dalam arahannya, Direktur Guru PAUD dan PNF, Suparto, menegaskan pentingnya peran PPM sebagai ujung tombak peningkatan mutu pendidik PAUD di Indonesia. “Menjadi PPM bukan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi menjadi motor perubahan dalam membentuk pendidik PAUD yang berkarakter, adaptif, dan siap menghadapi tantangan zaman,” ujarnya.

Dalam penjelasannya, Direktur memaparkan bahwa berdasarkan data Dapodik 2024, jumlah guru PAUD di Indonesia mencapai 637.445 orang, 53 persen di antaranya telah berkualifikasi S-1. Namun, masih terdapat banyak guru yang perlu ditingkatkan kompetensinya. Untuk itu, program Diklat Berjenjang hadir sebagai solusi strategis, yang hingga September 2025 telah diikuti oleh 39.539 peserta berkat kerja sama dengan UPT Ditjen GTKPG dan 188 Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) di seluruh Indonesia.

Suparto menambahkan bahwa dengan hadirnya Program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), para guru PAUD dapat mengonversi hasil belajar dari Diklat Berjenjang hingga 45 SKS, sebagai langkah percepatan menuju kualifikasi akademik yang lebih tinggi. “PPM tidak hanya berperan sebagai fasilitator pembelajaran, tetapi juga mentor yang membimbing dan memotivasi. Bimtek ini dirancang agar para pengajar memiliki pemahaman mutakhir, keterampilan pedagogis yang relevan, dan kepekaan terhadap konteks regulasi terbaru,” jelasnya.

Selama lima hari kegiatan, peserta terbagi ke dalam tiga kelas, yaitu Kelas A, B, dan C, dengan jadwal yang padat, namun tetap adaptif. Bersama dengan narasumber yang berasal dari unsur akademisi dan praktisi, para peserta diharapkan dapat mengikuti sesi pendalaman materi mulai dari kebijakan pendidikan, teori perkembangan anak, strategi pembelajaran, hingga penggunaan media digital dalam pembelajaran PAUD. Tak hanya itu, sistem presensi berwarna hjau, kuning, dan merah turut diterapkan untuk menumbuhkan disiplin waktu. Warna hijau menandakan hadir tepat waktu, kuning untuk keterlambatan ringan, dan merah bagi peserta yang terlambat lebih dari 10 menit.

Bimtek Penyegaran PPM Tahun 2025 bukan sekadar forum pelatihan, tetapi ruang kolaborasi yang meneguhkan semangat profesionalisme para pengajar pendalaman materi. Dengan semangat kebersamaan, kegiatan tersebut menjadi langkah nyata menuju terwujudnya pendidik PAUD yang unggul, berkarakter, dan berdaya saing dalam mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045. (**Indro Wiyarno**)


“Menjadi PPM bukan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi menjadi motor perubahan yang siap menghadapi tantangan zaman.”

Bimtek Penyegaran Perkuat Kompetensi PPM Diklat Berjenjang

large_WhatsApp Image 2025-10-19 at 18.41.24.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-10-19 at 18.41.24.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-10-19 at 18.41.24.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-10-19 at 18.41.24.jpeg

WhatsApp Image 2025-10-19 at 18.41.24.jpeg

GuruPAUDPNF, Maluku Tengah - Direktorat Guru PAUD dan PNF menyelenggarakan kegiatan supervisi “On Job Training On-2,” implementasi pembelajaran mendalam program pembinaan Guru PAUD dan PNF di Maluku Tengah (18/10).
Kegiatan itu terbagi dua kelas, yakni PAUD dan PNF. Untuk kelas PAUD diikuti oleh 2 kepala sekolah, 3 guru peserta diklat pembelajaran mendalam, dan 9 siswa dengan 1 fasilitator. Sedangkan kelas PNF, diikuti oleh 1 guru yang sudah ikut di OJT 1, 9 siswa, 1 kepala sekolah, dan 1 fasilitator.
Kegiatan tersebut juga dipantau langsung oleh Kepala Balai Guru Penggerak Maluku, L Masur. “Kegiatan ini perlu dilihat langsung untuk mengetahui bagaimana proses nyata implementasi PM para peserta diklat pembelajaran mendalam di lapangan,” ungkapnya.
Untuk menjaga kualitas program, Direktorat Guru PAUD dan PNF melibatkan pihak eksternal dari narasumber nasional, atau penulis dan pengembang modul, salah satunya PutuDina Yuniarini, yang turut melakukan pemantauan dan memberikan penguatan. “Proses ONJ T-2 di Maluku Tengah ini sangat berkesan, proses open class dilakukan di tengah suara deburan ombak yang bersautan,” guraunya sambil senyum.
Menurut Putu Dina, secara umum OJT 2 berjalan cukup baik. “Ada 2 kelas, PAUD dan PNF, yang terpisah dengan kehadiran murid PAUD dan PNF. Hal ini menarik karena pembelajaran lebih terkesan hidup,” lanjutnya.  
Pelaksanaan pelatihan pembelajaran mendalam di Maluku Tengah berjalan sesuai dengan juknis, namun belum ideal, khususnya pada pertemuan OJT 2 yang tidak dihadiri oleh semua guru yang mengikuti pelatihan. Pemilihan guru yang praktik mengajar di OJT2 berdasarkan pemilihan lokasi OJT2 dilakukan. 
Ketercapaian tujuan pelaksanaan pelatihan pembelajaran mendalam di Maluku Tengah terlihat dari perubahan rencana pembelajaran yang dibuat dari In dan On 1- sampai di OJT2. Hal itu terbukti dari RPP yang dibuat. Kompetensi pengajar dalam memfasilitasi pelaksanaan pelatihan juga terlihat sudah optimal, termasuk pendampingan kepada peserta. 
Menurut salah satu fasilitator, Helena, asesmen awal harus dibuat, karena tidak semua siswa memiliki pemahaman yang sama. Jadi, asesmen awalnya harus diisi di awal. “Untuk asesmen sudah bagus, tapi dalam prosesnya perhatikan lembar observasinya diisi agar benar-benar obyektif. Apa yang ditulis itu yang dilakukan, apa yang dilakukan itu yang ditulis,’ ujarnya.
Dari hasil wawancara, diskusi, dan refleksi diketahui bahwa beberapa kendala di Maluku Tengah, salah satunya adalah geografis Maluku yang berupa kepulauan. Faktor jarak, cuaca, serta kondisi fasilitas umum, seperti listrik dan internet di lokasi, tampaknya perlu menjadi perhatian. Peserta pelatihan yang tersebar di beberapa pulau, membutuhkan waktu dan pembiayaan yang tidak sedikit. 
Terkait pembiayaan pembelajaran mendalam, salah satu kepala sekolah, Agustina, mengungkapkan bahwa pada rencana alokasi anggaran sekolah hanya sampai In. “Sehingga, kami kesulitan untuk pelakukan On-nya,” katanya.
Upaya mengatasi solusi tersebut, salah satunya disepakati bahwa sebelum pelaksanaan OJT3 perlu melakukan penyamaan persepsi melalui zoom. Hal tersebut penting dilakukan untuk memastikan tempat yang dipilih sebagai lokasi pendampingan selanjutnya bisa dihadiri oleh semua guru dan berada di tengah-tengah dari semua peserta pelatihan. Selain itu, perlu berkoordinasi dengan pihak lainnya terkait sumber dana dan alokasinya. 
Sebagai pamungkas, beberapa saran perbaikan untuk tahap berikutnya, yakni perlu (1) mendalami kembali format penulisan rencana pembelajaran beserta konten isinya, (2) menambahkan dan penyelarasan instrumen asesmen sesuai dengan tujuan pembelajaran, serta (3) memastikan sesuaian rubrik penilaian yang akan digunakan. Semoga semua guru dan pendidik di Maluku Tengah mampu tumbuh dan berkembang bersama menciptakan pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan! (Neni SN)

“Selain memantau langsung, Direktorat juga melibatkan pihak eksternal untuk menjaga kualitas program."

Direktorat Guru PAUD dan PNF Dukung Program Pembelajaran Mendalam

large_WhatsApp Image 2025-07-25 at 10.22.50.jpeg

medium_WhatsApp Image 2025-07-25 at 10.22.50.jpeg

small_WhatsApp Image 2025-07-25 at 10.22.50.jpeg

thumbnail_WhatsApp Image 2025-07-25 at 10.22.50.jpeg

WhatsApp Image 2025-07-25 at 10.22.50.jpeg

Menumbuhkan Berpikir Komputasional dengan Biji Karet

“Bukan hanya soal membuat bentuk, berpikir komputasional juga menyoal strategi, urutan berpikir, dan penyelesaian masalah.”

GuruPAUDPNF, Jakarta – Di tengah dunia yang serba digital, tantangan bagi lembaga PAUD bukan lagi sekadar mengenalkan huruf dan angka. Pendidik PAUD, menghadapi tantangan yang lebih dalam, “Bagaimana mempersiapkan anak-anak agar tidak hanya bisa menggunakan teknologi, tetapi juga memahami cara berpikir di baliknya?” Lebih dalam lagi adalah, bagaimana anak-anak usia dini menerapkan cara berpikir teknologi tersebut dalam kesehariannya.
Tantangan itulah yang melatarbelakangi Direktorat Guru PAUD dan Pendidikan Masyarakat menyelenggarakan pelatihan micro-credential dengan tema “Menumbuhkan Berpikir Komputasional pada Anak Usia Dini” tahun 2024. Tujuan dari pelatihan itu adalah pendidik PAUD dapat mengintegrasikan konsep berpikir komputasional ke dalam pembelajaran PAUD. Bukan sekadar mengajarkan coding, tetapi lebih jauh—melatih anak berpikir logis, menyusun strategi, menyederhanakan masalah, dan membuat keputusan berdasarkan informasi. Karena kemampuan itu yang menjadi salah satu muara dari perjalanan mendidik anak sejak dini usia, yaitu anak yang mampu berpikir kritis dan kreatif.
Awalnya, banyak pendidik PAUD yang terpilih mengikuti pelatihan micro-credential tersebut mengira, berpikir komputasional melulu menggunakan perangkat digital, seperti komputer, laptop, dan telepon seluler. Bahkan, ada yang ragu, “Apakah bisa lembaga PAUD saya menerapkannya? Kami hanya lembaga PAUD sederhana, sedikit sekali fasilitas belajar yang dipunya.”

Keraguan Berbuah Kegembiraan 
Hampir setahun pelatihan yang menghadirkan narasumber dari Korea National University of Education (KNUE) berlalu. Tetapi, cerita-cerita menggembirakan hasil pelatihan masih membahana. Salah satunya adalah cerita dari Nur Mei, pendidik di SPS Al-Qur’an An Nur, Semoi Dua, Kalimantan Timur. Dalam artikel praktik baik penerapan berpikir komputasional, dia mengatakan, awalnya tidak menyangka, biji karet ternyata bisa menjadi media belajar untuk menstimulasi anak berpikir komputasional. Ya, tanaman karet tumbuh subur di desanya. Tak heran jika anak-anak akrab dengan biji karet. 

Nur menganggap itu hal biasa—bahkan terlampau biasa. Sebagai pendidik, Nur bahkan nyaris tidak menggubris kehadiran biji karet yang saban hari bertebaran di halaman lembaga PAUD. Biji itu keras, hitam, dan tahan lama. Hingga di suatu pagi, Nur dihadapkan pada kejutan kecil yang membuka sudut pandang baru.

Beberapa anak datang membawa benda kecil berwarna putih. Awalnya Nur kira itu permen kenyal. Tetapi, mereka berseru, “Ini biji karet, Bu!” Nur tertegun dan membatin, “Biji karet selama ini selalu saya kenali dalam bentuk kulit keras yang gelap. Tapi ternyata, ketika dibuka, bagian dalamnya berwarna putih, kenyal, bahkan lembut!”. 
Lahirlah ide spontan Nur, “Bagaimana kalau hari ini kita tidak pakai plastisin, tapi pakai biji karet untuk membuat bangun tiga dimensi?” Anak-anak bersorak senang. Mereka minta izin untuk mencari biji karet di sekitar halaman sekolah. Nur ikut turun ke lapangan. 
“Kami jadi semacam ekspedisi kecil, menyusuri tanah berumput sambil menengadah dan menunduk, mencari biji karet seperti sedang mencari petunjuk harta karun,” ujar pendidik yang berbadan mungil itu.
Kegiatan utama hari itu adalah membangun bentuk tiga dimensi. Media yang digunakan? Tusuk gigi dan biji karet. Nur menampilkan beberapa contoh bangun ruang di layar laptop. Setiap anak bebas memilih gambar mana yang ingin mereka buat. Nur kala itu hanya menyebutkan nama bangun tersebut. Sisanya, anak-anak pikirkan sendiri: Berapa jumlah tusuk gigi yang dibutuhkan? Berapa biji karet sebagai titik sudut? Bagaimana menyusun alas, kemudian menyusun sisi-sisinya hingga menjadi bentuk tiga dimensi yang kokoh?
Tanpa sadar, anak-anak sedang melakukan sesuatu yang luar biasa: mereka menyusun langkah, mengevaluasi, mencoba ulang, dan menciptakan versi mereka sendiri. Mereka menerapkan computational thinking—berpikir komputasional—dalam wujud yang sangat konkret dan menyenangkan.
Berpikir komputasional, sesuai kerangka yang dikenal dalam pendidikan anak usia dini, terdiri dari empat komponen utama:
1.	Dekomposisi: memecah masalah besar menjadi bagian-bagian kecil.
2.	Abstraksi: menyaring informasi penting dan mengesampingkan yang tidak relevan.
3.	Pengenalan Pola: mengenali kemiripan dalam suatu struktur atau permasalahan.
4.	Algoritma: menyusun langkah-langkah logis untuk menyelesaikan suatu masalah.
Dalam kegiatan itu, keempatnya hadir: anak-anak membagi tugas mereka sendiri, menyesuaikan bentuk dengan gambar, menentukan langkah, dan menjalankan prosesnya. Bukan hanya soal membuat bentuk, tapi juga soal strategi, urutan berpikir, dan penyelesaian masalah.
Hari itu tidak hanya diisi dengan satu kegiatan. Dalam waktu yang bersamaan, anak-anak juga menggambar bebas, menyusun huruf, membuat jalur menuju kebun, hingga menempel kolase dari kertas dan daun kering. Semua kegiatan berlangsung paralel dengan semangat eksplorasi yang sama. Tetapi, di antara semuanya, Nur mengatakan, “Saya melihat bahwa biji karet menyimpan potensi luar biasa—ia bisa menjadi jembatan antara dunia nyata dan dunia logika.”
Di akhir ceritanya, Nur Mei mengisahkan, “Sebagai pendidik PAUD, kita sering berpikir bahwa mengenalkan logika, algoritma, atau struktur berpikir sistematis pada anak usia dini adalah hal yang terlalu ‘tinggi.’ Tapi saya belajar hari itu, bahwa jika disampaikan melalui pengalaman langsung, dengan media yang dekat dengan keseharian mereka, konsep itu justru sangat membumi dan mudah dipahami.”
Semoga pengalaman kecil tersebut menginspirasi pendidik PAUD lainnya. Karena sesungguhnya, kita tidak perlu ruang kelas mewah untuk mengenalkan computational thinking. Cukup kepekaan, kreativitas, dan keberanian membaca peluang dari sekitar. Dari biji karet yang jatuh di atap, bisa lahir pemikiran besar dari tangan-tangan mungil yang sedang belajar memahami dunia. (Sri Lestari Yuniarti, Widya Prada Ahli Muda Direktorat Guru PAUD dan PNF)


“Bukan hanya soal membuat bentuk, berpikir komputasional juga menyoal strategi, urutan berpikir, dan penyelesaian masalah.”

Menumbuhkan Berpikir Komputasional dengan Biji Karet

large_266B9135 (1).JPG

medium_266B9135 (1).JPG

small_266B9135 (1).JPG

thumbnail_266B9135 (1).JPG

266B9135 (1).JPG

**GuruPAUDPNF, Jakarta –** Judul di atas ditujukan pada era digital sekarang, saat dunia seakan berada dalam genggaman manusia melalui teknologi gawai pintar (smartphone). Perangkat gawai pintar tersebut memiliki kemampuan luar biasa dalam menjawab berbagai pertanyaan dan menghubungkan penggunanya dengan banyak relasi di dunia maya.

Ironisnya, banyak pengguna belum mampu mengelola informasi yang diterima secara bijaksana. Alih-alih melakukan pendalaman terhadap peristiwa atau berita yang dibaca, pengguna cenderung hanya menyentuh permukaan informasi tanpa mengkaji lebih jauh. Pengguna gawai pintar tersebut adalah kita semua, baik saya, Anda, orang tua, para pemangku kebijakan, pendidik maupun murid.

Murid yang dibesarkan di era digital saat ini, menghadapi sejumlah paradoks. Di antara sejumlah kelebihannya, seperti adaptabilitas digital yang tinggi, kesadaran diri yang relatif baik tentang kesejahteraan mental, serta sikap terbuka terhadap umpan balik, mereka menghadapi tantangan serius. Ditengarai banyak guru dan orang tua mengeluhkan daya konsentrasi murid yang rendah serta kesulitan dalam pengelolaan distraksi digital. Murid juga memiliki kecenderungan menunda pekerjaan dan ketergantungan pada validasi eksternal melalui media sosial yang mempengaruhi regulasi emosi.

**Masa Depan, Mau Apa?**
Berbagai penemuan dan inovasi transformatif, seperti internet, ponsel pintar, dan kecerdasan buatan, telah mengubah tatanan masyarakat dengan cara-cara yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dalam konteks perubahan drastis itu, pertanyaan klasik kepada anak-anak mengenai cita-cita di masa depan tampaknya kehilangan relevansinya. Realitas yang dihadapi sekarang adalah, setelah melalui perjalanan pendidikan yang panjang dan menantang, mencari pekerjaan tetap menjadi hal yang sulit. Begitu pula dengan upaya menciptakan lapangan kerja baru yang tidak kalah kompleksnya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta kecerdasan buatan telah menggantikan banyak posisi pekerjaan yang sebelumnya diisi oleh manusia.

**Menuju Pembelajaran Mendalam**
Jika dicermati, sesungguhnya sistem pendidikan senantiasa dibenahi mengikuti dinamika zaman. Tidak saja untuk merespons tantangan lanskap dunia kerja, namun juga merefleksi segenap fakta hasil pendidikan yang ada. 
Dalam konteks pembelajaran, agar murid tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan permukaan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah saat ini mengarusutamakan Pembelajaran Mendalam (PM). 

PM bukanlah kurikulum baru, melainkan sebuah pendekatan pembelajaran. Penerapan PM mestinya tidak menambah beban para pendidik, karena mereka dapat tetap menggunakan kurikulum yang selama ini diterapkan. Apa pun kurikulum yang digunakan oleh sekolah, dapat diintegrasikan dengan pendekatan PM.

Pendekatan tersebut memuliakan murid dengan menekankan pada penciptaan suasana dan proses belajar yang berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful) dan menggembirakan (joyful) secara menyeluruh dan terpadu (Naskah Akademik Pembelajaran Mendalam, 2025).

Murid yang memiliki kesadaran penuh terhadap proses belajarnya akan mengembangkan rasa ingin tahu yang tinggi dan mampu meregulasi dirinya sedemikian rupa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Mereka akan mencari makna dan membangun koneksi antara materi pembelajaran dengan realitas kehidupan nyata. Karena motivasi belajar muncul dari dalam diri mereka sendiri, proses pembelajaran dijalani dengan perasaan gembira dan penuh sukacita. Bukankah ini profil murid yang kita idamkan?

Secara khusus, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menggarisbawahi misi pendidikan saat ini untuk menuju 8 dimensi profi lulusan. Dimensi profil yang diharapkan tersebut adalah murid yang memiliki karakter baik dengan keimanaan dan ketakwaan, mempunyai semangat kewargaan, bernalar kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif, namun memiliki kemandirian yang kuat dan tentunya sehat.

Dalam bahasa yang berbeda, Ki Hajar Dewantara mengatakan, pembelajaran yang layak adalah yang menempatkan murid sebagai subyek aktif dalam proses belajarnya. Sementara itu, peran pendidik memfasilitasi proses belajar siswa. "Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" (di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang memberikan dorongan). 

Proses pembelajaran seyogianya mengintegrasikan kegiatan olah pikir, hati, raga, dan rasa. Hal itu sangat penting bagi kesejahteraan lahir dan batin para siswa. Penelitian yang dilakukan oleh OECD pada tahun 2022 menunjukkan bahwa negara-negara dengan tekanan akademik yang tinggi cenderung memiliki tingkat kesehatan mental remaja yang buruk. Contohnya Korea Selatan, yakni satu dari tiga pelajar mengalami kecemasan berat karena tuntutan akademik di sekolah. 

Demikian pula di Jepang, dengan angka bunuh diri di kalangan siswa yang mengkhawatirkan, mencapai lebih dari 400 kasus setiap tahunnya.
Sekali lagi, penguatan pendekatan pembelajaran melalui PM dimaksudkan agar murid dapat mencapai tujuan belajar yang hakiki menuju terbangunnya 8 dimensi profil lulusan. Bukan berorientasi pada perolehan nilai numerik semata, terlebih lagi yang didapatkan melalui persaingan kompetitif yang tidak sehat.

Perlunya Kebijakan Padu
Meski sosialisasi mengenai PM telah cukup banyak dilakukan, penerapannya secara rinci dalam pembelajaran akan dilatihkan secara berjenjang. Pelatih tingkat nasional akan melatihkan pada perwakilan pendidik di daerah. Diseminasi juga akan dilakukan dengan kerangka kerja tertentu sebagai upaya penjaminan mutu.

Sebagai pendekatan pembelajaran, penerapan PM tidak saja dilakukan di kelas-kelas, namun juga menuntut kolaborasi antarwarga sekolah, termasuk dengan orang tua sebagai mitra utama sekolah.

Fullan mengatakan dalam buku yang menjadi salah satu rujukan penting dari PM, “Deep Learning, Engage the World, Change the World”, kerangka pembelajaran mendalam meliputi juga komunikasi dengan orang tua serta komunitas terkait. Tidak kalah penting, bagaimana media digital dimainkan perannya sebagai media instruksional maupun komunikasi pembelajaran secara umum.

Kerangka tersebut merekomendasikan beberapa pekerjaan rumah demi kesinambungannya. Pertama, secara makro, kebijakan praktik pendidikan haruslah terhubung satu sama lain. Salah satunya, adalah pengukuran hasil belajar murid yang berorientasi pada dimensi profil lulusan yang bukan semata numerik/nilai. Kedua, peningkatan kompetensi pemimpin pembelajaran di tingkat meso dan mikro sistem pendidikan. Selanjutnya, peningkatan kompetensi guru yang intensif dan kontinyu. Tidak saja peningkatan kompetensi guru secara individu, namun bagaimana pola pikir PM dapat dilembagakan dalam komunitas belajar guru, kepala sekolah, dan lainnya.

Pada akhirnya, PM dapat mewujud dengan baik ketika pelaku pendidikan secara serius mentransformasi pola pikir dan perilakunya. Mereka perlu memiliki imajinasi atas tata sekolah dengan pembelajaran yang mendalam, serta memiliki keinginan dan usaha yang keras untuk merealisasikannya. (Sri Lestari Yuniarti) 


“Kurikulum apa pun yang digunakan sekolah dapat diintegrasikan dengan pendekatan PM.”

Seberapa Dalam Belajarmu?